Jumat, 29 Desember 2017

Jamaluddin Al Afghani (Melampaui Jamannya)

Jamaluddin Al Afghani (Melampaui Jamannya)

Sosok Jamaluddin Al Afghani, tokoh pencetus Panislamisme, Cosmopolitalisme dari bawah dengan karakteristiknya yang khas, di mana ia mengintegrasikan nasionalisme dan pan islamisme sebagai pembukan jalan menciptakan tatanan dunia kosmopolit yang bersandar pada etika transcendental. Ia adalah bapak nasionalisme mesir, ide nasionalisme dan kosmopolitanisme bisa hadir bersamaan dan justru saling mmemperkuat satu sama lain dapat ditelusuri dari sosok Jamaluddin Al Afghani. Bahkan kasus Afghani ini terbilang unik karena dalam konteks ini ide kosmopolitanisme dari bawah hadir terlebih dahulu dan kemudian memperkuat ide nasionalisme.
Afghani adalah asli orang Iran namun pemikiran-pemikiranya diakui di Afghanistan walau ide-idenya berkembang di sana namun ia tidak lupa juga sama daerahnya sendiri. sebagai suah negara tempat ia lahir, namun bagaimana ia mengkonstruksi pemikiranya dengan mengembangkan konsepsi kosmopolitanisme dari bahwa yang tidak memandang bulu. Istilah kosmopolitansime dari bawah yang dimaksud merujuk pada konsepsi Sausa Santos, di mana ksomopolitanisme ini berbasis “ruh” perlawanan terhada tatanan dunia yang tidak adil. Al Afghani percaya bahwa untuk merubah dunia timur harus ada dua konteks perjuangan harus adanya etika islam yang dikenal dengan etika transcendental. Kemudian adanay suatu bentuk nasionalisme yang dapat mendorong semangan. Maka kata Afghani bahwa dua konteks ini harus bisa disatukan sehingga dapat mengusir ancaman kolonialisme.
Pemikiran Al Afghani sudah mengakar pada negara arab terutama mesir yang senantiasa mengaplikasikan pemikiran cosmopolitan dari bawah, mesir pernah membantu indonesia untuk memperkuan posisi Indonesia diranah internasional, karena pada saat itu setelah merdeka 1945 masih ada keingginan belanda untuk menguasai Indonesia kembali, pernah juga mendukung perjuangan kemerdekaan Vietna dari kolonialisme, kemudia pernah memabantu Al Khattabi ia adalah seorang pejuang yang pernah memerdekakan negara baru yaitu Rif namun tidak lama kemudia selama 4 tahunsaja bertahan kemudian datang para colonial prancis dan portugis yang membawa pasukan 200 ribu menyerbu daerah tersebut kemudian al Khattabi ditanggkap dan dibuang di madagaskar disana ia kemudian mendapat bantukan ketika ia mau dipindahkan karena kapal yang membaya berdiam untuk sementara di mesir akhirnya pemimpin mesir mengetahuinya dan di bawalah ia keeling mesir yang kemudian membolehkan Al Khattabi sesuka hatinya tinggal dinegara tersebut. kemudian perancis marah kepada mesir karna telah membantu atau menolong Al- Khaattabi. Apa yang bisa diambil dari peristiwa ini ialah bagiman mesir rela membantu negara lain atau orang lain untuk dapat terlepas dari penjajahan serta hidup aman. Ini merukan hasil dari aplikasi pemikiran Al Afghani.
Kemudian setelah terbebas dari kungkungan Belanda, maka indonesia mulai melakukan bantuan kepada negara-negara yang telah membantunya seperti Tunisia, artinya indonesia dapat melakukan balas budi. Pada masa perdana menteri Natsir, datang seoarang penjuang Tunisia yang selalu menyuarakan nasionalisme dinegaranya akibat dia dikejar oleh pemerintah prancis dan pada akhirnya ia pernah ditangkap dan melarikan diri dan pernah bersinggah di Kairo dan disanalah kemudian ia menyebarkan sayap perjuangan rakyat Tunisia, dalam ranga meminta bantuan dari negara-negara yang sudah merdeka, salah satunya adalah indonesia yang mendukung penuh supaya Tunisia merdeka. Oleh karena itu peristiwa ini sudah menjadi nyata bahwa ide Al Afghani diterapkan oleh negara-negara di dunia yang tercatat dalam sejarah.
Al afghani dengan teman-temanya yang berasal dari Mesir, India, dan Turki. di negara Prancis, perna mendirikan majalah yang ketika itu pernah terbit sampai delapan belas (18) edisi yang dicetak pada sebuah kamar yang berukuran kecil di dekat La madeleina kota Paris menjadi ruang redaksi. Tentu isinya adalah panislamisme, cosmopolitan dari bawah, dan print capitalism. Majalah itu diberi nama Al Urwatul Wutqo tentu majalah ini berisi penentangan terhadap kolonialisasi atau penjajahan barat kepada timur, pejuangan menurut Al-Afghani tentu dengan keuatan barat seperti teknologi dll. Semua itu harus dimanfaatkan sebagai alat perjuangan karena untuk melawan barat harus meniru peradaban barat. Maka yang ditonjolkan bagaimana bangsa timur berjuang untuk membebaskan diri. Majalah ini walau umurnya pendek, namun sangat berpengaruh bagi para pemikir seperti, Rasyid Ridha dari kalangan islamis, Ibrahim Al Muwaylihi jurnalis Mesir, Saad Zaghul Pasha yang sekuler sekalipun. Serta Abduh. Oleh karena itu, dunia timur dan dunia islam secara khusus terpengaruh oleh pemikiran Al Afghani.
Dalam etika perdebatan ideology Al Afghani membenci barat karena ideology imperialism danmaterialisme yang dianut batat, sedangkan hal yang ia kagumi dari barat ialah pengembangan sains dan teknologi. Pemikiran ini sama dengan pemikiran postmarxis yang dikemukakan Chantal Mauffe, ia memiliki pandangan yang unik membedakan anatara adversary dan enemy, adversay diatikan sebagai pihak yang harus dihancurkan ideologinya, namun tidak menghancurkan eksistensinya (secara fisik). Sedangkan Enemy merupakan pihak yang harus dihancurkan baik ideology maupun eksistensinya (secara fisik). Al Afghani percaya ada ruang untuk bertemu dan ada ruang untuk berseteru. Untuk mengambarkan etika perdebatan ideologis ala Al Afghani dapat ditemukan pada sosok M Natsir sebagai tokoh yang gigih memperjuangkan ideology islam. Pada saat itu Indonesia sempat mengalami periode demokrasi liberal, konstitusi negara ketika itu adalah undang-undang sementara 50, undang ini diganti dengan undang-undang baru yang disahkan oleh konstituante. Kehadiran konstituante memberikan peluang bagi kalangan islam untu menyalurkan aspirasinya, termasuk gagasan untuk menjadikan islam sebagai dasar neraga. Pada masa demokrasi liberal banyak muncul pengusung ideologi lain yang berebut untuk menjadi sebuah ideologi negara. Pada saat itu kelompok yang berseteru kuat adalah islam dan komunis. Maka kemudian Natsir mendapat cengkaman dari Nyoto selaku tokoh komunis yang beranggapan bahwa Natsir sikapnya berubah-ubah karena dahulu menerima pancasila namun saat ini mendukung ideologi islam. Kenapa Natsir demikian perilakunya karena diakibatkan tafsiran pancasila saat itu cenderung kabur sehingga ia lebih memilih ideologi islam sebagai penggantinya yang lebih jelas dan tidak multitafsir.
Kemudian tokoh yang menentang M Natsir adalah Aidit selaku tokoh komunis pula, menentang Natsir yang inggin menerapkan idelogi silam di Indonesia, karena Aidit memiliki keingginan yang berbeda agar indonesia mengadopsi paham komunis. Perang ideologi ini berlangsung sangat seru, dalam persidangan di parlemen/ dewan konstituante mereka berperang ideologi. namun setelah itu mereka layaknya seperti teman akrab. Duduk bersama membicarakan masalah keluarga, menikmati kopi bersama, pulang kerumah bersama-sama, bahkan Aidit pernah memboceng Natsir pulang kerumanya. Serta dikesempatan yang lain kedua tokoh ini pernah makan sate bersama-sama. Natsir juga pernah bertentangan ideologi dengan Kristen yang diwakili I,J. Kasimo, F.S. Hariyadi, J. Leimena dan A.M. Tambunan. Bahkan pernah bertentangan sengit Soekarno dan Natsir yang berujuk pada penahanan diri Natsir di penjara tidak membuatnya saat bebas di era orde baru mengeluarkan makian dan celaan pada pribadi soekarno. Ini adalah kisah yang luar biasa yang sudah diperlihatkan oleh tokoh bangsa Indonesia. tapi memang rasanya terlihat aneh karena mereka saling bertentangan secara ideologi, namun ada suatu konstruksi pemikiran yang dibangun M Natsir sebagai seorang modernis bahwa ada ruang untuk berseteru, yakni di parlemen dan dewan konstituante, dan ada pula ruang untuk bertemu. Artinya ini sudah menunjukkan bagaimana pengaruh pemikiran atau ide Al Afghani khusus pada etika perdebatan ideologi.

Sumber :
Nuruddin Al Akbar. 2017. Ketika Nasionalisme dan Kosmopolitanisme Mampu Berdampingan: Refleksi Kritis Gagasan Kosmopolitanisme dari Bawah ala Al Afghani. Prosiding internasional konferens, Yogyakarta: SDU Pres.

Senin, 18 Desember 2017

Tukang Becak



Tukang Becak

Oleh : Faidin
Nim : 1605106
Kehidupan sukar akan makna, berpikir mencari nafkah menjadi suatu konstruksi pemikiran yang dibagun dalam akal pikiran tukang becak, memikirkan bagaimana caranya mendapatkan uang, membiayai keluarga, dan anak-anaknya. Cara berpikir ini sudah menjadi dogma dalam perilaku tukang becak, tidak heran kita melihat tukang becak yang nongkrong dipingir jalan dengan koleganya berbica mengenai sudah seberapa banyak penumpang yang kamu angkut, sudah berapa tarikan yang kamu dapatkan hari ini, sudah menjadi wacana tanpa pamrih dalam benak tukang becak, hidup serba kekurangan, tapi motivasi mereka luar biasa berserah diri sama yang kuasa dengan usaha menarik beca.
Apadaya keadaan dalam bermasyarakat kontemporer ini yang kaya tambah kaya, yang miskin tambah miskin, penarik beca tambah tertindas yang berjaya kendaraan serba online, paradigma postivisme atau dikenal dengan paradigma yang dibagun atas modern  atau universalitas, yang mengangap manusialah yang berhak mengatur dunia dan tidak heran kemudian industri merajalela, kendaraan berasap dimana-mana, menebang pohon sehingga ekosistem rusak, yang dikenal dengan eksploitasi besar-besaran. Oleh manusia yang berkuasa bisa dikatakan pertentangan kaum proletar dan borjuasi yang terus berjalan. Dengan praktek pengusaha dan pengemis.
Aneh rasanya ketika melihat ada para tukang becak pegang handphone yang canggih dan kandang kala mereka tidak memilikinya, tentu keadaan ini pula ynag membuat mereka bertahan dengan cara berpikir tradisional, dengan membawa kendaraan yang tidak polusi, aman dan nyaman, menjadi suatu keunikan tersendiri bagi tukang becak. Kendala-kendala yang dihadapi oleh tukang becak yaitu kalah bersaing dengan kolong merat yang memiliki HP canggih,  namun dengan perilaku dan tindakan tukang becak ini sebenarnya mampu menjaga ekosistem bumi serta menjaga oksigen yang selalu dihirup oleh manusia, sehingga dikenal dengan ramah lingkungan.
Sungguh ironi bila tukang becak tidak dapat bertahan dengan persaingan yang begitu ketat, karena sudah jarang kita lihat tukang becak berkeliaran untuk mencari penumpang, mereka hanya mangkal ditempat biasa, walau demikian mereka bisa bertahan, walau tertempa dijaman yang seram dan suram. Tukang becak seharusnya menjadi suatu cerminan untuk melihat kehidupan manusia kini, karena kita masih mengikuti hidup dalam pangan positivisme yang mengangan hidup itu berkelanjutan mulai lahir, beranjak kanak-kanak, bisa jalan, berbicara, bisa berpikir, remaja, dewasa, dan tua. Menjadikan cara berpikir ini terus naik-dan naik, tidak seperti pandagan posmodernisme yang membawa manusia pada suatu dekonstruksi dengan membongkar keadaan dan membangun suatu yang baru dan unik, maka tukang becak ini untuk menjawab tantangan abad dua 21 harus terlihat unik dan menarik, serta mampu dengan cara membangun kreativitas dan inonovasi dengan becaknya.
Tantangan abad 21 satu sudah menjadi tantangan yang tidak bisa dipungkiri lagi akan ada dan berdampak pada kehidupan masyarakat, untuk menjawab itu dilingkungan tukang becak harus ada kegiatan yang dapat membangun cakrawala berpikir tukang becak sehingga tidak menjual becaknya tapi bagaimana becak ini dapat menarik perhatian wisatawan baik dalam negeri maupun luar negeri. Dengan demikian tukang becak dapat menyaingi kendaran yang serba online. Maka akan terjadi suatu emansipasi dengan cara berpikir yang seimbang dalam hal ini paulo freire, mengatakan pendidikan harus dapat membebaskan. Maka tukang becak juga harus dapat keluar dari kondisi yang kurang menguntungkan buat mereka.
Kendaraan yang ramah lingkungan akan dapat dijaga jika cara berpikir antroposentris ditinggalkan dan kembali pada ekosentris, atau dalam buku (Supriatna, N) dikenal dengan ekopedagogik, yang menganggap pentingnya lingkungan untuk dijaga dan dilestarikan tentu melalui proses pendidikan atau mendidik generasi bangsa sebagai cara untuk melahirkan peserta didik yang memiliki cara berpikir yang konstruktif. Memang aneh kelihatannya namun posmoderent memberikan bukti bahwa dapat dilakukan suatu dekonstruksi yang mampu melahirkan suatu produk becak yang unik yang dapat membantu ekonomi tukang becak. Kalau tidak demikian jangan heran melihat tukang becak menderita, susah, berpenyakitan, karena apa ekonomi yang tidak mendukung untuk makan saja susah apalagi mau berobat, walau ada yang gratis tapi itu tidak menjamin.
Mengutip dari pemikiran Capra maka alam ini harus dijaga dengan cara memelihara lingkungan melalui cara berpikir bahwa manusia dan alam memiliki peran yang seimbang, dan dapat membuat lingkungan ini terjaga. kembali lagi kendaraan yang dapat menjawab itu semua adalah tukang becak, bukan ,motor, mobil, dll. Sudah menjadi bukti melihat kemacetan dimana-mana diakibatkan oleh banyaknya kendaraan yang berjalan sehingga polusi udara membuat yang menghirupnya berpenyakitan. Coba dibangun cara berpikir dengan pandangan Jurgen Habermas, yang menganngap bahwa untuk membagun pengetahuan, serta sejarah perlu ada cara pandang yang menjadi suatu pedoman yaitu adanya pertanyaan emansipasi, bagaimana keseimbangan inilah yang harus terus dijaga dan dibangun dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Pendidikan sangat penting bagi para tukang becak, kenapa demikian karena banyak diantara anak tukang becak hanya berpendidikan sampai SMA dan tidak jarang juga yang tamat sampai SD dan SMP. Ini suatu ironi karena masih banyak anak tukang becak tidak bisa melanjutkan pada perguruan tinggi. Masalah yang serius bagi generasi yang dilahirkan oleh orangtua yang berprofesi sebagai tukang becak. Karena cara berpikir orang tua juga yang masih salah kaprah mengaggap pendidikan itu cukup sampai SMA saja setelah itu bekerja, namun apa yang terjadi banyak penganguran, orang yang meminta-minta akibat tidak bisa ditampung oleh dunia kerja. Tentu yang perlu diribah baik dari anak-anak tukang becak serta mereka sebagai orang tua. Menjadi objek yang harus dilakukan dekonstruksi pemikiranya agar pemikiran mereka tidak kolot lagi tapi bagiamana pemikiran mereka maju dan dapat bersaing pada era globalisasi saat ini.
Kebangkitan tukang becak tidaklah semudah yang dibayangkan, namun bagimana tukang becak ini menjadi suatu yang memiliki nilai yang kongkrit perlu adanya langkah perbaikan yang ada dalam cara berpikirnya, walaupu mereka miskin, tidak berpenghasilan banyak tapi morivasi mereka harus terus dijaga agar anak-anak yang dilahirkan dari mereka dapat berpikir yang seimbang dengan anak-anak yang lain. sejarah sebagai suatu konstruksi ideologis bisa digunakan untuk membantu mereka mengali potensi karena sejarah adalah suatu carapandang yang melihat masalalu, kini dan yang akan datang. Tentu untuk mebangun cara berpikir seperti iu sejarah harus terus ditanamkan dalam libgkungan anak-anak agar mereka senag dan bangga dengan orang tua mereka yang selalu menjaga ekosistem.
Solusi kongkrit dari penulis bahwa tukang becak harus dipertahankan, dengan apa? Yaitu dengan membuat becak yang unik berdasarkan cara pandag posmodernisme dan dibuatkan tulisan tentang sejarahnya dekonstruktif dan dengan paradigma ekosentris becak menjadi suatu alat trasportasi yang unik dan ramah lingkungan. Serta dengan cara berpikir kiritis yaitu yang dirubah ialah tukang becak dan generasi yang mereka lahirkan, sehingga melahikan suatu generasi yang memiliki potensi untuk bersaig secara cerdas dan mengedepankan akal sehat.

Sabtu, 11 November 2017

Pahlawan Zaman Now

Pahlawan Zaman Now

Pahlawan era zaman now atau kontemporer. Menjadi sesuatu yang sangat wah. Bagi masyarakat pengangkatan pahlawan ialah sesuatu yang sangat dinanti dan ditunggu, karena kesan dan kebiasaan masyarakat yang memiliki kebanggaan tersendiri melihat semua itu. Namun perlu digaris bawahi bahwa pahlawan itu ada dari masyarakat kecil yang perjuangannya itu lebih besar dan lebih sulit. Ada pahlawan politi, pahlawan pendidikan, dan organisasi. Semua ini tentu ada dasar sejarah yang memperkuatnya. Baik bukti perjuangan, yang terlihat dari dokumen sejarah bangsa.
Melihat masyarakat akademisi, masyarakat biasa, sudah terkontaminasi oleh mas media, televisi, koran, WA, FB, Youtobe dll. Marak sekali mengucapkan selamat hari pahlawan. Pada hal, konstruksi yang dibangun dalam cara berpikir masyarakat bahwa pahlawan itu luar biasa. Seolah-olah pahlawan itu memiliki peran besar, dan Memiliki pengaruh. Pahlawan diibaratkan penguasa bangsa. sehingga masyarakat dicuci otaknya dengan propaganda-propaganda, hegemoni namun tidak disadari oleh masyarakat bahwa mereka lagi dikonstruksi pemikirannya. Sebenarnya bila melihat lagi ternyata konstruksi yang demikian akan membuat cara berpikir masyarakat tidak memiliki daya kritis kreatif dalam melihat persoalan.
Seharusnya dapat membangun cara berpikir kritis tidak hanya langsung menerima dengan legowo, dan tampa mengolah. tapi harus melihat bagaimana sarat pahlawan, pantaskah nama-nama tersebut diangkat sebagai pahlawan, mungkin saja tidak memenuhi syarat sebagai pahlawa, sehingga terjadi pemaksaan dengan kekuasaan untuk menjadi pahlawan atau malah ada yang lain. untuk itu, perlu ditelusuru kembali dan dinilai oleh masyarakat bukan pemilihan sepihak pemerintah semata. bagaimana masyarakat juga harus terlibat untuk memberikan penilaian positif atau negatifnya. terhadap pahlawan nasional yang sudah diangkat oleh pemerintah.
Mengkonstruksikan pemikiran melihat layak dan tidaknya pahlawan nasional dijadikan sebagai pahlawan itu adalah hal yang lumrah dan harus terus dilakukan pengkajian mendalam dengan sumber yang autentik.


Kamis, 09 November 2017

Filosofi Kurikulum



a.       Kurikulum Sabjek Akdemik
Bersumber dari pendidikan klasik yang berorientasi pada masa lalu kurikulum sangat mengutamakan pengetahuan maka pendidikannya lebih bersifat intelektual.  Dalam pendidikan klasik seluruh warisan budaya yaitu pengetahuan, ide-ide atau nilai-nilai telah ditemukan oleh para pemikir terdahulu. Pendidikan berfungsi memelihara dan meneruskan warisan budaya. Dalam penyusunanya kurikulum sabjek akademis di susun oleh para ahli tampa ada keterlibatan guru dan siswa dan sedangkan dalam prakteknya guru mempunyai peranan yang sangat besar dalam mengajar, menentukan isi, metode dan evaluasi. Siswa benjadi penerima semata. Kurikulum sabjek akadek ada dua ciri khasnya ada aliran persenialisme dan esensialisme walaupun berbeda dalam aplikasi dua aliran ini memiliki kesamaan dalam memandang masayarakat bahwa masyarakat bersifat statis.
Perenialisme, berkembang di eropa dalam masyarakat aristokratis agraris. Yang lebih berorientasi kemasa lampau. Kurang mementingkan perkembangan dan kebutuhan masyarakat saat sekarang. Pendidikanya lebih bersifat humanitas, pembentukan pribadi dan sifat-sifat mental. Esensialisme, berkembang di amerika serikat dalam masyarakat industry yang lebih menekankan sains daripada humanitas mereka lebih praktis dan arah pendidikannya dipersiapkan untuk terjun kedunia kerja.
1.      Ciri-ciri kurikulum subjek akademis
Kurikulum ini memiliki ciri berkaitan dengan Tujuan kurikulum subjek akademis, adalah pemberian pengetahuan yang solid serta melatih para siswa mengunakan ede-ide dan proses penelitian. Metode kurikulum, yang paling banyak digunakan adalah metode ekspositori dan inkuiri. Organisasi isi kurikulum, adalah 1. Pola organisasi materi atau konsep yang dipelajari dalam suatu pelajaran dikorelasikan dengan pelajaran lainnya. 2. Pola organisasi bahan pelajaran tersusun dalam tema-tema pelajaran tertentu, yang mencakup materi dari berbagai pelajaran disiplin ilmu. 3. Pola yang integrated warna disiplin ilmu tersebut sudah kelihatan lagi. 4. Pola organisasi isi yang berisi topik pemecahan masalah sosial yang dihadapi dalam kehidupan dengan mengunakan pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh dari berbagai mata pelajaran atau disiplin ilmu. Evaluasi kurikulum subjek akademis, adalah menggunakan bentuk evaluasi yang bervariasi disesuaikan dengan tujuan dan sifat mata pelajaran, dan mempunyai kriteria pencapaian.
2.      Pemilihan disiplin ilmu
Masalah besar yang dihadapi oleh pengembang kurikulum subjek akademis adalah bagaiman memilih materi pelajaran dari sekian banyak disiplin ilmu yang ada. Apabila ingin memiliki penguasaan yang cukup mendalam maka jumlah disiplin ilmu maka penguasaan para siswa akan sangat terbatas, sukar menerapkannya dalam kehidupan masyarakat secara luas. Apabila disiplin ilmunya cukup banyak tetapi pengetahuannya hanya sedikit-sedikit (tidak mendalam).
3.      Penyusunan mata pelajaran dengan perkembangan anak
Para pengembangan kurikulum subjek akademis, lebih mengutamakan penyusunan bahan secara logis dan sistematis daripada menyelaraskan urutan bahan dengan kemampuan berpikir anak. Umumnya kurang memperhatikan bagaimana siswa belajar dan lebih mengutamakan susunan isi, yaitu apa yang akan diajarkan. Proses belajar yang ditempuh oleh siswa sama pentingnya dengan penguasaan konsep, prinsip-prinsip dan generalisasi.
b.      Kurikulum Humanistik
1.      Kosep dasar
Kurikulum humanistik dikembangkan oleh para ahli pendidikan humanistic. Kurikulum ini berdasarkan aliran pendidikan pribadi yang lebih menekankan pada proses pengembangan kemampuan siswa. materi ajar dipilih sesuai dengan minat dan kebutuhan sisw. Penegmabangan kurikulum dilakukan oleh guru-guru dengan melibatkan siswa. Merujuk pada  pemikiran John Dewey (Progressive Education) menerapkan prisnsip belajar sambil berbuat. Dalam pendidikan progresif siswa merupakan satu kesatuan yang utuh, perkembangan emosi dan sosial sama pentingnya dengan perkembangan intelektual. Isi pengajaran berasal dari pengalaman siswa sendiri yang sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa. Seorang lebih merupakan ahli dalam metodologi daripada dalam bahan ajar. dan J.J. Rousseau (Romantic Education). Ia ingin mengembalikan pedidikan kepada pendidikan alam, sebab secara alamiah manusia baik, merdeka dan gentle.pendidikan adalah proses individual yang berisi rentetan pengembangan kemampuan-kemampuan anak, berkat kointeraksi dengan berbagaia aspek dalam lingkungan maka terjadi rentetan pengembangan kemampuan anak. Tugas guru adalah menciptakan situasi yang permisif atau bersifat terbuka dan mendorong siswa untuk mencari dan mengembangkan pemecahan sendiri. Aliran ini lebih memberikan tempat utama kepada siswa. Mereka bertolah dari asumsi bahwa anak atau siswa adalah yang pertama dan utama dalam pendidikan. Mereka percaya bahwa siswa mempunyai potensi, punya kemampuan, dan kekuatan untuk berkembang. Para pendidik humanis juga berpegang pada konsep Gestalt, bahwa individu atau anak merupakan satu kesatuan yang menyeluruh. Pendidikan diarahkan kepada Pembinaan manusia yang utuh bukan saja segi fisik dan intelektual tetapi juga segi social dan efektif.
2.      Karakteristik kurikulum humanistik
Kurikulum humanistik mempunyai beberapa karakteristik, berkenaan dengan tujuan, metode, organisasi isi, dan evaluasi. Menurut para ahli humanis, kurikulum berfungasi menyedikan pengalaman (pengetahuan- red) berharga untuk membantu memperlancar perkembangan pribadi yang dinamis yang diarahkan pada pertumbuhan, integritas dan otonomi kepribadian, sikap yang sehat terhadap diri sendiri, orang lain, dan belajar.  Kurikulum humanistik menutut hubungan emosinal yang baik antara guru dan murid. Guru selain harus mampu menciptakan hubungan yang hangat dengan murid, juga mampu menjadi sumber. Ia harus mampu memberikan materi yang menarik dan mampu menjadi sumber dan mampu menciptakan situasi yang memperlancar proses belajar.
kurikulum humanistik menekankan integrasi, yaitu kesatuan perilaku bukan saja yang bersifat intelektual tetapi juga emosional dan tindakan. Kurikulum memberikan pengalaman yang menyeluruh, bukan pengalaman yang terpengal-pengal. Kurikulum ini kurang menekankan sekuens, karena dengan sekuens murid-murid kurang mempunyai kesempatan untuk memperluas dan memperdalam aspek-aspek perkembangannya. Penyusunan sekuens dalam pengajaran yang sifatnya afektif, dilakukan oleh Shiflett (1975, hlm. 121-139) dengan langkah-langkah sebagai berikut.
a.       Menyusun kegiatan yang dapat memunculkan sikap, minat atau perhatian tertentu.
b.      Memeperkenalkan bahan-bahan yang akan dibahas dalam setiap kegiatan.
c.       Pelaksanaan kegiatan, para siswa diberi pengalaman yang menyenangkan baik yang berupa gerakan-gerakan maupun penghayatan.
d.      Penyempurnaan, pembahasan hasil-hasil yang telah dicapai, penyempurnaan hasil serta upaya tindak lanjutnya.
Kurikulum humanistik dalam evaluasi lebih mengutamakan proses dari pada hasil. maka dalam kurikulum humanistik tidak ada kriteria. sasaran mereka adalah perkembangan anak supaya menjadi manusia yang lebih terbuka, lebih berdiri sendiri. bermanfaat bagi siswa. Kegiatan belajar yang baik adalah yang memberikan pengalaman yang akan membantu para siswa memperluas kesadaran akan dirinya dan orang lain dan dapat mengembangkan potensi-potensi yang dimilikinya. Penialiannya bersifat subjektif baik dari guru mapun para siswa.
c.       Kurikulum Rekonstruksi Sosial
Kurikulum rekonstruksi sosial lebih memusatkan perhatian pada problema-problema yang dihadapinya dalam masyarakat. Kurikulum ini bersumber pada aliran interaksional. Menurut mereka pendidikan bukan upaya sendiri, melainkan kegiatan bersama, interaksi, kerja sama. Kerjasama atau interaksi bukan hanya terjadi antara siswa dengan guru, tetapi juga antara siswa dengan siswa, siswa dengan orang-orang dilingkungannya, dan dengan sumber belajar lainnya. Melalui interaksi dan kerja sama ini siswa berusaha memecahkan problem-problem yang dihadapinya dalam masyarakat menuju pembentukan masyarakat yang lebih baik.
1.      Desain kurikulum rekonstruksi social
Ada beberapa cirri desain kurikulum ini.
a.       Asumsi. Tujuan utama kurikulum rekonstruksi sosial adalah menghadapkan para siswa pada tantangan, ancama, hambatan-hambatan atau gangguan-gangguan yang dihadapi manusia.
b.      Masalah-masalah sosial yang mendesak. Kegiatan belajar dipusatkan pada masalah-masalah sosial yang mendesak. Masalah-masalah tersebut dirumuskan dalam peranyaan, seperti: dapatkah kehidupan seperti sekarang ini memberikan kekuatan untuk menghadapi ancaman-ancaman yang akan mengganggu integritas kemanusiaan?
c.       Pola-pola organisasi. Pada tingkat sekolah menegah, pola organisasi kurikulum disusun seperti sebuah roda. Di tengah-tenganhnya sebgai poros dipilih sesuatu masalah yang menjadi tema utama dan dibahas secara pleno.

2.      Komponen-komponen kurikulum
Kurikulum rekonstruksi soaial memiliki komponen-komponen yang sama dengan model kurikulum lain tetapi isi dan bentuk-bentuknya berbeda.
a.       Tujuan dan isi kurikulum. Tujuan prongram pendidikan setiap tahun berubah. Dalam program pendidikan ekonomi politik, umpamanya untuk tahun pertama tujuannya membangun kembali dunia ekonomi-politik.
b.      Metode. Dalam pengajaran rekonstruksi social para pengembang kurikulum berusaha mencari keselarasan antara tujuan-tujuan nasional dengan tujuan siswa. Guru-guru berusaha membantu para siswa menemukan minat dan kebutuhannya.
c.       Evaluasi. Dalam kegiatan evaluasi para siswa juga dilibatkan. Keterlibatan mereka terutama dalam memilih, menyusun, dan menilai bahan yang akan diajukan. Soal-soal yang akan diujikan dinilai lebih dulu baik ketepatan maupun keluasan isinya, juga keampuhan menilai pencapaian tujuan-tujauan pembangunan masyarakat yang sifatnya kualitatif. Evaluasi tidak hanya menilai apa yang telah dikuasai siswa, tetapi juga menilai pengaruh kegiatan sekolah terhadap masyarakat.
D. Teknologi dan Kurikulum
Abad dua puluh ditandai dengan perkembangan tekonologi yang sangat pesat. Perkembangan ini mempengaruhi setiap bidang dan aspek kehidupan termasuk pendidikan. Seiring perkembangan ilmu dan teknologi, dibidang pendidikan berkembang pula teknologi pendidikan. Aliran ini ada persamaannya dengan aliran klasik, yaitu menekankan isi kurikulum, tetapi diarahkan bukan pada pada pemeliharaan dan pengawetan ilmu tersebut tatapi pada penguasaan kompetensi. Muali dari kompetensi yang besar diuraikan menjadi kompetensi yang lebih sempit atau khusus dan akhirnya menjadi perlakukan-pelakuan yang dapat diamati dan diukur.
Teknologi pendidikan dalam arti teknologi alat, lebih menekankan penguaan alat teknologi dalam menujang efisiensi dan efektifitas pendidikan. Kurikulumnya berisi recana-rencana pengunaan berbagai alat dan media, juga model-model pengajaran yang banyak melibatkan pengunaan alat.
Pada bentuk pertama pengajaran tidak membutuhkan alat dan media yang canggih, tetapi bahan ajar dan proses pembelajaran disusun secara system. Pada bentuk kedua, pengajaran disusun secara system dan ditunjang dengan pengunaan alat dan media pembelajaran. Pada bentuk ketiga program pengajaran telah disusun secara terpadu antara bahan dan kegiatan pembelajaran dengan alat dan media.
1.      Beberapa cirri kurikulum teknologis
Kurikulum yang dikembangkan dari konsep teknologi pendidikan, memiliki beberapa cirri khusu, yaitu:
a.       Tujuan. Tujuan diarahkan pada penguasaan kompetensi, yang dirumuskan dalam bentuk perilaku. Tujuan-tujuan yang bersifat umum yaitu kompetensi dirinci menjadi tujuan-tujuan khusus, yang disebut objektif atau tujuan instruksional.
b.      Metode.  Metode yang merupakan kegiatan pembelajaran sering dipandang sebagai proses mereaksi terhadap perangsangan-perangsangan yang diberikan dan apa bila terjadi respons yang diharapkan maka respons tersebut akan diperkuat. 1. Penegasan tujuan. 2. Pelaksanaan pengajaran. 2. Pengetahuan tentang hasil.
c.       Organisasi bahan ajar. Bahan ajar atau isi kurikulum  banyak diambil dari disiplin ilmu, tetapi telah diramu sedemikian rupa sehingga mendukung penguasaan sesuatu kompetensi. Bahan ajar yang kompetensinya luasa atau besar bisa menjadi bagian-bagian atau subkompetensi yang lebih kecil, yang mengambarkan obejk.
d.      Evaluasi. Kegiatan evaluasi dilakukan setiap saat, pada pada akhir suatu pembelajaran, suatu unit ataupun semester. Fungsi evaluasi ini bermacam-macam, sebagai umpan balik bagi siswa dalam penyempurnaan penguasaan suatu satuan pelajaran (evaluasi formatif), umpan balik bagi siswa pada akhir suatu program atau semester (evaluasi sumatif).
Program pengajaran teknologi sangat menekankan efisiensi dan efektivitas. Program dikembangkan melalui beberapa uji coba dengan sampel-sampel dari suatu populasi yang sesuai, direvisi beberapa kali sampai standar yang diharapkan dapat dicapai.
Meskipun memiliki kelebihan tentu , kurikulum teknologi tidak terlepas dari kelemahan atau keterbatasan. Model ini terbatas kemampuannya untuk mengajarkan bahan ajar yang kompleks atau membutuhkan penguasaan tingkat tinggi analisis, sintetis, evaluasi juga bahan-bahan ajar yang bersifat afektif.

Sukmadinata. 2012. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Teori Albert Bandura




Makalah
Teori Albert Bandura
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Landasan Filosofis dan Teori Pendidikan
 

Oleh :
F A I D I N
1605106


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
SEKOLAH PASCA SARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2016



PENDAHULUAN
a.       Latar belakang
Pendidikan diera sekarang penuh dengan tantangan berbicara masalah teori belajar tidak terlepas dari perdebatan panjang antara para tokoh yang memiliki teori saling membantah dan menjatuhkan itulah tanda perkembangan teori, Penjelasan tentang teori belajar saat ini terus digalang dalam dunia pendidikan karena sangat penting sebagai dasar untuk melakukan studi literatur atau teori sebagai pijakan untuk mengembangkan suatu penelitian, teori belajar menurut (Slamet, 2003) Belajar adalah suatu usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Artinya interaksi seseorang dengan lingkungan masyarakatnya sangat membantu untuk proses belajar. Sedangkan menurut (Sudjana, 2000) belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan tersebut antara lain berupa perilaku, tutur kata, maupun dalam proses belajar yaitu dari tidak tahu menjadi tahu.
Sejak tahun Sembilan puluhan UNESCO (1996), menganjurkan semua bangsa untuk mereformasi pendidikan bagi seluruh warga dunia dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan di abad ke 21 dan mengemukakan empat pilar penting bagi penyelengaraan pendidikan sepanjang hayat, pertama, (learning to know) belajar mengetahui, kedua, (learnig to do) belajar melakukan, ketiga, (learning to live together) belajar hidup bersama, dan keempata (learning to be) belajar untuk menjadi seseorang. Maklumat ini seharusnya sampai saat ini terus digalakkan karena pembelajaran merupakan tolak ukur maju dan mundurnya suatu bangsa ketika masyarakatnya tidak memiliki pengetahuan contoh tentang sejarah bangsanya maka ia akan tertinggal namun sebaliknya ketika masyarakat memahami sejarah bangsanya insa allah bangsa tersebut akan terus berkembang dan maju.
Pembelajaran sejarah saat sekarang didominasi oleh kenyataan bahwa peserta didik diharuskan menghafal fakta sejarah, nama-nama konsep seperti yang digunakan dalam sebuah cerita sejarah, menghafal jalan cerita semua peristiwa (Hamid, 2016: 1-3). Hal ini sudah menjadi hal yang lumrah bagi guru disekolah. Maka Masalah yang seperti ini harus menjadi suatu keharusan untuk selalu diperbaiki karna pembelajaran sejarah ini berfungsi untuk meningkatkan kesadaran sejarah.
Maka untuk itu dalam tulisan makalah ini akan dijelaskan bagaimana teori bandura yang dalam ruang lingkup kajian teori kognitif diterapkan dalam proses pemebelajaran sejarah untuk melahirkan kesadaran sejarah dengan memadukan teori belajar bandura pada pembelajaran sejarah untuk melihat sejarah sosial masyarakat dimasa lalu dengan perilaku yang patut dicotoh sehingga membangun mental bagi para peserta didik.
b.      Rumusan Masalah
Padakajian tentang teori bandura penulis merumuskan permasalahan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut yang tertera dibawah ini:
1.    Bagaimana sosok albert bandura ?
2.    Bagaimana sejarah lahirnya teori belajar albert bandura?
3.    Bagaimana pemikiran albert bandura ?
4.    Bagaimana Implementasi Teori Belajar  albert bandura pada pembelajaran sejarah?
c.  Tujuan Penulisan
    Tujuan dari penulisan teori teori albert bandura tentang masalah judul diatas memiliki tujuan sebagai berikut :
1.    Memahami sosok albert bandura.
2.    Memahami sejarah lahirnya teori belajara abert bandura.
3.    Memahami  pemikiran albert bandura.
4.    Memahami Implementasi Teori Belajar albert bandura pada pembelajaran sejarah.
Dari rumusan masalah dan tujuan tersebut penulis makalah akan berusaha semampu penulis untuk menjelaskan bagaiamana teori bantura ketika diterapkan dalam pembelajaran sejarah.








PEMBAHASAN
a.       Biografi Albert Bandura
Albert bandura lahir pada 4 desember 1925 di mundare, sebuah kota kecil di Alberta, kanada sekitar 50 mil sebelah timur Edmonton. Bandura adalah anak bungsu dan ia adalah satu-satunya anak laki-laki diantara enam bersaudara dari keluarga keturunan eropa timur. Kedua orang tua bandura telah ber-emigrasi ke kanada ketika mereka remaja, jadi orang tua bandura berasal dari Krakow polandia dan berkerja menjaga perlintasan kereta api jalur trans kanada dan ibunya berasal dari ukraina, bekerja di toko general town. Pada tahun 1952 albert bandura menikah dengan Virginia verns, yang bekerja menjadi staf pengajar di universitas perawat. Dari pernikahan tersebut bandura dikaruniai dua orang anak. Anak pertama bernama mary yang lahir pada tahun 1954 dan yang kedua bernama carol yang lahir pada tahun 1958 (Qumruin Nurul Laila,2015:1). Sebagai seorang tokoh dalam teori pembelajaran patut diketahui latar belakang kehidupanya karna kata pepatah lama tak kenal maka tak saying untuk itu dijelaskan bagaimana kehidupan berkeluarga Albert Bandura dalam tulisan makalah yang penulis buat.
Jenjang pendidikan yang ditempuh Albert Bandura pertama gelar B. A. dari university of british Columbia, kemudian M. A. Pada 1951, dan Ph. D. pada 1952 dari uversit of lowa. Dia ikut magang pascadoktoral di Wichita guidance center pada 1953 dan kemudian bergabung di Stanford university. Pada 1969-1970 dia sempat di center for the advanced study in the behavioral sciences. Bandura pernah menjabat sebagai david starr Jordan professor of social science di fakultas psikologi di universitas Stanford (Hergenhahn dan Olso, 2009). Dari latar belakang pendidikan albert bandura sangat mendukung ia dalam melakukan kajian tentang teori pembelajaran sosial yang dikenal dengan belajar observasional. Untuk itu Kuntowijoyo (1995) mengatakan seseorang ketika ingin melakukan penelitian dan penulisan harus memiliki kedekatan intelektual dan kedekatan emosional. Jelas yang dilakukuan oleh bandura otomatis sudah memiliki criteria tersebut dalam mengkaji teorinya.
Penghargaan yang pernah diterima Bandura adalah gfsti california ard unggenheim fellowship, 1972: distinguished scientist award dari divisi 12 american psychological association, 1972, distinguished scientific achievement award fsti california psychological associantion, 1973, presidency of the American psychological association, 1974, james mckeen cattell award, 1977, dan james mckeen catell fellow award dari American psychological society, 2003-2004. Selain itu, bandura menjabat sebagai posisi di beberapa masyarakat ilmiah dan menjadi anggota dewan editor untuk sekitar 17 buah jurnal ilmiah (Hergenhahn dan Olso, 2009). Penghargaan yang didapat oleh bandura tersebut memiliki andil yang sangat besar untuk ia lebih semangat lagi mengembangkan teorinya dan kalau kita melihat dari sisi penghargaan otomatis bandura bisa dikatakan orang yang berhasil dalam mengembangkan teori belajar sosialnya.
b.      Sejarah Teori Alberd Bandura
Sejarah teori ini sangat penting untuk diketahui oleh para akademisi karena teori bandura ini sebenarnya kalau dilihat dari sisi sejarah maka bandura terpengaruh oleh pemikiran Kenneth Spence yang pada saat itu dikenal sebagai teoretisi hullian terkemuka, pada saat bandura belajarar di university of lowa. Akan tetapi minat bandura pada saat itu adalah psikologi klinis. Kemudian pemikiran bandura dipengaruhi oleh buku social learning and imitation karya Miller dan Dollard (1941) karena mengunakan teori belajar hulian sebagai basis penjelasan (Hergenhahn dan Olso, 2009). Walaupun pada penjelasan selajutnya ada kritik yang dilakukan bandura terhadap dua tokoh tersebut pada saat mereka mengembangkan teori observaisional artinya bahwa bandura ternyata orang yang kritis pada masanya dalam menilai teori.
Perkembangan belajar observasional Menurut (Shanti, 2010:70) belajar observasional telah dikenal sejak jaman yunani, oleh para tokoh filsuf pada saat itu seperti Plato dan Aristoteles. Pada masa selajutnya penelitian tentang observasional digalakan lagi oleh  Edward L. thorndike (1898), dengan melakukan eksperimental terhadap seekor kucing dan ia meletakknanya kedalam kotak teka teki dan kucinglain di sangkar yang ada di dekatnya. Kucing dalam kotak teka teki adalah kucing terlatih untuk keluar dari kotak sehingga kucing tersebut bisa keluar dari kotak tersebut. Setelah itu dimasukkan kucing kedua ternyata respon dari kucing yang kedua tidak ada reaksi sama sekali untuk keluar kotak setelah  mengamati kucing pertama begitu seterusnya baik di uji kepada anjing, ayam, moyet, samapi tahun 1901, thorndike melakukan eksperimen tersebut maka hasilnya sama saja sehingga tidak mendukung hipotesis bahwa mereka memiliki kemampuan untuk belajar melakukan sesuatu setelah melihat hewan lain melakukan atraksi. Watson, (1908) telah mereplikasi riset thorndike dengan eksperimen monyet, dia juga tidak menemukan bukti adanya belajar observasi. Mereka Thorndike dan Watson sama-sama menyimpulkan bahwa belajar hanya berasal dari (pengalaman langsung dan bukan dari pengalaman tak langsung atau pengganti. Mereka mengangap belajar terjadi sebagai hasil dari interaksi seseorang dengan lingkungan dan bukan dari hasil pengalaman terhadap interaksi orang lain.
Terlepas dari kegagalan yang dilakukan oleh Thorndike dan Watson muncul minat Miller dan Dollard untuk melakukan penelitian lebih lanjut terkait belajar observasional. mereka Yakni bila perilaku imitatif (Imitative Behavior) diperkuat, maka ia akan diperkuat seperti jenis perilaku lain, jadi intinya bahwa belajar imitatif adalah kasus khusus dari pengkondisian instrumental. Untuk lebih jelasnya belajar imitatif ini ada tiga, pertama, same  behavior (Peilaku Sama). Terjadi ketika dua atau lebih individu merespons situasi yang sama dengan cara yang sama. Kedua, copying behavior (Perilaku Meniru atau Menyalin) adalah melakukan peilaku sesuai dengan perilaku orang lain, seperti ketika instruktur memberi bimbingan dan tanggapan korektif terhadap siswa kelas seni yang sedang berusaha menggambar. Ketiga, matched-dependent behavior (perilaku yang tergantung pada sesesuaian) seorang pengamat diperkuat untuk mengulang begitu saja tindakan dari seorang model (dalam Hergenhahn dan Olso, 2009) .
Dalam penjelasan tiga hal tersebut tenyata Miller dan Dollard berpendapat bahwa belajar imitatif adalah hasil dari observasi, respons nyata, dan penguatan. Jadi tidak ada pertentangan kesimpulan ini dengan kesimpulan Thorndike dan Watson. Jadi Miller dan Dollard menemukan bahwa organisme tidak belajar dari observasi saja dan beranggapan bahwa  satu satunya kekeliruan Thorndike dan Watson adalah mereka tidak meletakkan hewan naïf ke dalam kotak teka teki dengan hewan yang pintar. Penjelasan Miller dan Dollard memberikan penjelasan empiris pertama terhadap fenomena tersebut. Dan kemudian karya Miller dan Dollard memberi efek lemah selama dua dekade. dan lebih lanjut Skinnerian memberi penjelasan terhadap belajar observational ternyata sama dengan penjelasan miller dan dollard. Pertama perilaku model diamati, kedua, pengamatan meniru respons dari model, dan ketiga, respons yang sama diperkuat. Jadi menurut analisis operan terhadap belajar observasional, perilaku model betindak sebagai stimulus diskriminatif yang menunjukkan tindakan mana yang akan menghasilkan penguatan (Hergenhahn dan Olso, 2009).
Jadi reiset terbaru menujukakan Thordike, Watson, Miller, Dollard dan Skinner adalah mereka tidak lengkap risetnya. Untuk topik tentang hal serupa baru pada 1960-an mulai diteliti lagi Oleh bandura yang menentang penjelasan belajar imitative dan merumuskan teorinya sendiri yang berbeda dengan teori behavioristik sebelumnya. Bandura menganggap belajar observasi atau sosial sebagai proses kognitif, yang melibatkan sejumlah atribut pemikiran manusia, seperti bahasa, moralitas, pemikiran, dan regulasi diri perilaku dalam (Hergenhahn dan Olso, 2009). Maka dari itu untuk lebih jelasnya akan dijelaskan berkaitan dengan pemikiran labert bandura sebagai bentuk penjelasan belajar teori sosialnya.
c.       Pemikiran Albert Bandura
Pemikiran dasar Albert Bandura berkaitan dengan teori belajar sosial disebut pula teori pembelajaran melalui peniruan yang dilakukan oleh pembelajar. Teori bandura tersebut dalam (Aini Mahabbati, 2012:8) berdasarkan pada tiga asumsi dasar yang mempengaruhi perilaku a. personal, orang, b. Environment, lingkungan, c. Behavior, perilaku. Maka dari tiga hal tersebut  bila diterapkan dalam pembelajaran. Pertama, individu melakukan pembelajaran dengan meniru apa yang ada di lingkungannya, terutama perilaku orang lain. Kedua, terdapat hubungan yang erat antara pelajar dengan lingkungannya. Ketiga, hasil pembelajaran adalah berupa kode perilaku visual dan verbal yang diwujudkan dalam perilaku sehari-hari. Jadi dari tiga asumsi tersebut dapat dipahami proses pengamatan itu sangatlah jelas dalam semua proses yang terjadi disetiap pembelajaran.
Proses pembelajaran ini lebih ditegaskan lagi oleh Bandura dalam (Mohamad Surya, 2004:44) pembelajaran terjadi lewat beberapa komponen. pertama perilaku model, kedua pengaruh perilaku model, ketiga proses interaksi belajar. Jadi dalam hal ini seseorang melakukan pembelajaran dengan proses mengenal perilaku model bisa dikatakan proses meniru perilaku orang lain, kemudian di analisis dan dipilah untuk dijadikan suatu model yang akan ditiru sehingga menjadi kebiasaan sendiri.  dalam komponen proses pembelajaran tersebut perlu dipahami bahwa ada tahapan peristiwa yang perlu diketaui dalam proses belajar sosial bandura dalam (Qumruin Nurul Laila,2015) diantaranya sebagai berikut:
Pertama tahapan perhatian, pada tahap ini para siswa atau para peserta didik pada umumnya memusatkan perhatian pada obyek materi atau perilaku model yang lebih menarik terutama karena keunikannya dibanding dengan materi atau perilaku lain yang sebelumnya telah mereka ketahui. Kedua tahap penyimpanan dalam ingatan, pada tahan ini peserta didik melakukan proses penagkapan informasi berupa materi yang berupa perilaku model setelah itu diproses dan disimpulkan dalam memori. Ketiga tahap reproduksi, pada tahap ini adalah segala bayangan atau citra mental atau kode-kode simbolis yang berisi informasi pengetahuan dan perilaku yang telah tersimpan dalam memori peserta didik itu diproduksi kembali. Keempat tahap motivasi, Pada tahap terakhir dalam proses terjadinya peristiwa atau perilaku belajar adalah tahap penerimaan dorongan yang dapat berfungsi sebagai penguatan bersemayamnya segala informasi dalam memori para peserta didik. Dari semua tahap tersebut bila diterapkan dalam pembelajaran sejarah otomatis akan mampu menjawab masalah pembelajaran sejarah.
d.      Teori Belajar Sosial Bandura Dipadukan Dalam Pembelajaran Sejarah
Perkembangan teori saat ini tidak terlepas dari catatan sejarah yang sampai pada hari ini terus ditulis oleh para sejarawan, diera sekarang ini memerlukan teori yang mampun menjawab masalah kekinian untuk menyiapkan masa depan. Dalam tulisan ini antara teori bandura dengan sejarah dikaitkan untuk melahirkan wacana baru dalam suatu kajian. Kajian teori sosial bandura suatu keharusan karna teori bandura sangat cocok bila diterapkan dalam pembelajaran sejarah apalagi teori tersebut dalam proses pembelajaran menekankan untuk selalu mengamati dalam memperoleh informasi baru sejarahpun memerlukan proses mengamati. Dalam kurikulum 2013 kompetensi inti dan kompetensi dasar SMA/MA dijelaskan bahwa proses mengamati itu sangat penting dilaksanakan untuk melahirkan proses berpikir atau kognitif sehingga siswa mampu membagun wacana diskusi bersama guru. Menurut teori bandura, faktor penentu kepribadian adalah faktor kognitif, seperti memori anti sipasi, perencanaan, dan kemampuan penilaian (Feist dan Feist, 2006). Artinya bahwa peran dari kognitif ini sangat penting dalam menetukan keberhasilan suatu proses pembelajaran.
 Pembelajaran merupakan proses untuk mendapatkan pengetahuan baik langsung maupun tidak langsung. Menurut bandura (1977:12) segala sesuatu yang dapat dipelajari dari pengalaman langsung juga bisa dipelajari melalui pengalaman tak langsung atau pengalaman penganti. Jadi proses pembelajaran dalam teori tersebut tidak hanya terpaku pada satu sumber saja akan tetapi lebih banyak maka lebih baik dalam arti belajar tidak hanya dari guru tapi melalui organisasi, membaca buku, mengamati lingkungan sehingga pengetahuan meningkat. Bandura (1977:48) lebih memertegas lagi bahwa untuk menjadi seseorang yang innovator kreatif perlu belajar dari karya orang lain dan kemudian menciptakan sesuatu yang baru. Bila mencermati pendapat tersebut tentu akan memacu seseorang untuk serius lagi belajar, apalagi belajar sejarah membutuhkan keseriusan untuk memahami perkembangan sejarah.
Pembelajaran sejarah adalah suatu proses untuk membantu mengambarkan potensi dan kepribadian peserta didik melalui pesan-pesan sejarah agar menjadi warga bangsa yang arif dan bermartabat. Menurut Isjoni (2007:12) pembelajaran sejarah berarti proses belajar mengajar pembelajaran sejarah. Isjoni lebih mempertegas lagi bahwa pembelajaran sejarah harus dapat mengaktualisasikan dua konsep pembelajaran (1) pendidikan dan pembelajaran intelektual, dan (2) pendidikan dan pembelajaran moral bangsa. artinya sesuai dengan teori pembelajaran sosial bandura bahwa pembelajaran itu berdasarkan kaidah yang diambil dari observasi orang belajar antara lain, orientasi penilaian, gaya bahasa, skema konseptual, strategi pemrosesan informasi, operasi kognitif, dan standar perbuatan, Bandura (1977:42). Semua ini dalah bentuk bagaimana seseorang harus belajar untuk membetuk intelektual dalam sejarah perlu adanya proses konseptual, informasi, kognitif atau proses berpikir. Begitupun pembelajaran moral memerlukan perbuatan yang baik agar moral sebagai bangsa tetap terjaga.
























SIMPULAN

Dari penjelasan yang sudah dipaparkan tersebut maka kesimpulan sederhana dari penulis bahwa teori pembelajaran alber bandura sangat mendukung membelajaran sejarah karna proses mengamati atau peniruan dalam teori tersebut bisa menjadi acuan untuk mengembangkan pembelajaran sejarah yang inovatif, kreatif.
Ada tigahal yang dijalaskan dalam teori bandura yang mempengaruhi perilaku, adanya pengaruh orang lain, lingkungan dan perilaku. Semua ini adalah komponen yang menjadi acuan untuk pengmebangan perilaku peserta didik dalam proses pembelajaran untuk itu diharapkan ada orang yang bisa lebih mendalami teori bandura sebagai proses kombai dengan pembelajaran sejarah.
Artinya bahwa teori bandura yang dikenal dengan teori obesrvasi atau teori belajar sosial ini memberikan andil ketika dalam pembelajaran sejarah diterapkan apalagi proses mengamati contoh mengamati bagunan candi, mengamati, peristiwa proklasami melalui fideo ini semua bisa diterapakan melui teori alber bandura maka penulis meyakini bahwa teori belajar alber bandura sangat mendukung ketika diterapkan dalam pembelajaran sejarah.















DAFTAR PUSTAKA
Aini Mahabbati, 2012. Analisis Teori Belajar Sosial Bandura Mengenai Ganguan Perilaku Agresif Pada Anak. Universitas negeri Yogyakarta: Jurnal Pendidikan Khusus IX, No, 2 November.
Bandura, A. 1977. Social Learning Theory. Englewood Cliffs, NJ: Prentice hall.
Feist, J dan Feist, G.J. 2006. Theories of Personality Pelajar Terjemah. Yudi Santoso (2008). Yogyakarta: Pustaka.
Hasan, 2016. Pembelajaran Sejarah yang Mencerdaskan (Online). Tersedia Http: File Upi.edu/direktorat Tangal 2-10-2016.
Hergenhahn dan Olso, 2009. Theories of Learning Teori Belajar. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,  2013.  Kompetensi Dasar  Sekolah Menengah Atas (SMA) Madrasah Aliyah (MA). Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Dalam Halaman Staff.Uny.ac.id. Diambil Tanggal 13-12-2016
Kuntowijoyo, 1995. Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta: Bentang Budaya.
Qumruin Nurul Laila,2015.Pemikiran Pendidikan Moral Albert Bandura. STITNU Al Hikmah Mojokerto: Jurnal Vol. III, No. 1, Maret.
Shanti, 2010. Psikologi Belajar, Yogyakarta: Universitas Mercu Buana.
Slamet, 2003. Belajar dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya. Jakarta : Rhineka Cipta.
Sudjana, N. 2000. Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Wenard Kerig, 2005. Developmental Psychopath logy From Infancy Throngh Adolescent. New York: MC Graw Hill Companies Inc.
Unesco, 1996. Culture and Development Our Creative Diversity. Diunduh Tanggal 12 Desember 2016. Tersedia Dihalaman http://partol.unesco.org/culture/en.wv.php.
Watson,1908 Imitation In Monkeys. Psychological.


Pendidikan Kesadaran

 Pendidikan Kesadaran Pendidikan adalah bagian penting untuk menyelamatkan bangsa Indonesia sebagai sebuah bangsa yang utuh dan berkembang, ...