a. Kurikulum
Sabjek Akdemik
Bersumber
dari pendidikan klasik yang berorientasi pada masa lalu kurikulum sangat
mengutamakan pengetahuan maka pendidikannya lebih bersifat intelektual. Dalam pendidikan klasik seluruh warisan
budaya yaitu pengetahuan, ide-ide atau nilai-nilai telah ditemukan oleh para
pemikir terdahulu. Pendidikan berfungsi memelihara dan meneruskan warisan
budaya. Dalam penyusunanya kurikulum sabjek akademis di susun oleh para ahli
tampa ada keterlibatan guru dan siswa dan sedangkan dalam prakteknya guru
mempunyai peranan yang sangat besar dalam mengajar, menentukan isi, metode dan
evaluasi. Siswa benjadi penerima semata. Kurikulum sabjek akadek ada dua ciri
khasnya ada aliran persenialisme dan esensialisme walaupun berbeda dalam
aplikasi dua aliran ini memiliki kesamaan dalam memandang masayarakat bahwa
masyarakat bersifat statis.
Perenialisme,
berkembang di eropa dalam masyarakat aristokratis agraris. Yang lebih
berorientasi kemasa lampau. Kurang mementingkan perkembangan dan kebutuhan
masyarakat saat sekarang. Pendidikanya lebih bersifat humanitas, pembentukan
pribadi dan sifat-sifat mental. Esensialisme, berkembang di amerika serikat
dalam masyarakat industry yang lebih menekankan sains daripada humanitas mereka
lebih praktis dan arah pendidikannya dipersiapkan untuk terjun kedunia kerja.
1. Ciri-ciri
kurikulum subjek akademis
Kurikulum ini memiliki
ciri berkaitan dengan Tujuan kurikulum subjek akademis, adalah pemberian
pengetahuan yang solid serta melatih para siswa mengunakan ede-ide dan proses
penelitian. Metode kurikulum, yang paling banyak digunakan adalah metode
ekspositori dan inkuiri. Organisasi isi kurikulum, adalah 1. Pola organisasi
materi atau konsep yang dipelajari dalam suatu pelajaran dikorelasikan dengan
pelajaran lainnya. 2. Pola organisasi bahan pelajaran tersusun dalam tema-tema
pelajaran tertentu, yang mencakup materi dari berbagai pelajaran disiplin ilmu.
3. Pola yang integrated warna
disiplin ilmu tersebut sudah kelihatan lagi. 4. Pola organisasi isi yang berisi
topik pemecahan masalah sosial yang dihadapi dalam kehidupan dengan mengunakan
pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh dari berbagai mata pelajaran atau
disiplin ilmu. Evaluasi kurikulum subjek akademis, adalah menggunakan bentuk
evaluasi yang bervariasi disesuaikan dengan tujuan dan sifat mata pelajaran,
dan mempunyai kriteria pencapaian.
2. Pemilihan
disiplin ilmu
Masalah besar yang dihadapi oleh
pengembang kurikulum subjek akademis adalah bagaiman memilih materi pelajaran
dari sekian banyak disiplin ilmu yang ada. Apabila ingin memiliki penguasaan
yang cukup mendalam maka jumlah disiplin ilmu maka penguasaan para siswa akan
sangat terbatas, sukar menerapkannya dalam kehidupan masyarakat secara luas.
Apabila disiplin ilmunya cukup banyak tetapi pengetahuannya hanya
sedikit-sedikit (tidak mendalam).
3. Penyusunan
mata pelajaran dengan perkembangan anak
Para pengembangan kurikulum subjek
akademis, lebih mengutamakan penyusunan bahan secara logis dan sistematis
daripada menyelaraskan urutan bahan dengan kemampuan berpikir anak. Umumnya kurang
memperhatikan bagaimana siswa belajar dan lebih mengutamakan susunan isi, yaitu
apa yang akan diajarkan. Proses belajar yang ditempuh oleh siswa sama
pentingnya dengan penguasaan konsep, prinsip-prinsip dan generalisasi.
b. Kurikulum
Humanistik
1. Kosep
dasar
Kurikulum humanistik dikembangkan
oleh para ahli pendidikan humanistic. Kurikulum ini berdasarkan aliran
pendidikan pribadi yang lebih menekankan pada proses pengembangan kemampuan
siswa. materi ajar dipilih sesuai dengan minat dan kebutuhan sisw.
Penegmabangan kurikulum dilakukan oleh guru-guru dengan melibatkan siswa.
Merujuk pada pemikiran John Dewey (Progressive Education) menerapkan
prisnsip belajar sambil berbuat. Dalam pendidikan progresif siswa merupakan
satu kesatuan yang utuh, perkembangan emosi dan sosial sama pentingnya dengan
perkembangan intelektual. Isi pengajaran berasal dari pengalaman siswa sendiri
yang sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa. Seorang lebih merupakan ahli
dalam metodologi daripada dalam bahan ajar. dan J.J. Rousseau (Romantic Education). Ia ingin
mengembalikan pedidikan kepada pendidikan alam, sebab secara alamiah manusia
baik, merdeka dan gentle.pendidikan adalah proses individual yang berisi
rentetan pengembangan kemampuan-kemampuan anak, berkat kointeraksi dengan
berbagaia aspek dalam lingkungan maka terjadi rentetan pengembangan kemampuan
anak. Tugas guru adalah menciptakan situasi yang permisif atau bersifat terbuka
dan mendorong siswa untuk mencari dan mengembangkan pemecahan sendiri. Aliran
ini lebih memberikan tempat utama kepada siswa. Mereka bertolah dari asumsi
bahwa anak atau siswa adalah yang pertama dan utama dalam pendidikan. Mereka
percaya bahwa siswa mempunyai potensi, punya kemampuan, dan kekuatan untuk
berkembang. Para pendidik humanis juga berpegang pada konsep Gestalt, bahwa
individu atau anak merupakan satu kesatuan yang menyeluruh. Pendidikan
diarahkan kepada Pembinaan manusia yang utuh bukan saja segi fisik dan
intelektual tetapi juga segi social dan efektif.
2. Karakteristik
kurikulum humanistik
Kurikulum humanistik
mempunyai beberapa karakteristik, berkenaan dengan tujuan, metode, organisasi
isi, dan evaluasi. Menurut para ahli humanis, kurikulum berfungasi menyedikan
pengalaman (pengetahuan- red) berharga untuk membantu memperlancar perkembangan
pribadi yang dinamis yang diarahkan pada pertumbuhan, integritas dan otonomi
kepribadian, sikap yang sehat terhadap diri sendiri, orang lain, dan belajar. Kurikulum humanistik menutut hubungan emosinal
yang baik antara guru dan murid. Guru selain harus mampu menciptakan hubungan
yang hangat dengan murid, juga mampu menjadi sumber. Ia harus mampu memberikan
materi yang menarik dan mampu menjadi sumber dan mampu menciptakan situasi yang
memperlancar proses belajar.
kurikulum humanistik
menekankan integrasi, yaitu kesatuan perilaku bukan saja yang bersifat
intelektual tetapi juga emosional dan tindakan. Kurikulum memberikan pengalaman
yang menyeluruh, bukan pengalaman yang terpengal-pengal. Kurikulum ini kurang
menekankan sekuens, karena dengan sekuens murid-murid kurang mempunyai
kesempatan untuk memperluas dan memperdalam aspek-aspek perkembangannya.
Penyusunan sekuens dalam pengajaran yang sifatnya afektif, dilakukan oleh Shiflett
(1975, hlm. 121-139) dengan langkah-langkah sebagai berikut.
a. Menyusun
kegiatan yang dapat memunculkan sikap, minat atau perhatian tertentu.
b. Memeperkenalkan
bahan-bahan yang akan dibahas dalam setiap kegiatan.
c. Pelaksanaan
kegiatan, para siswa diberi pengalaman yang menyenangkan baik yang berupa
gerakan-gerakan maupun penghayatan.
d. Penyempurnaan,
pembahasan hasil-hasil yang telah dicapai, penyempurnaan hasil serta upaya
tindak lanjutnya.
Kurikulum humanistik dalam
evaluasi lebih mengutamakan proses dari pada hasil. maka dalam kurikulum
humanistik tidak ada kriteria. sasaran mereka adalah perkembangan anak supaya
menjadi manusia yang lebih terbuka, lebih berdiri sendiri. bermanfaat bagi
siswa. Kegiatan belajar yang baik adalah yang memberikan pengalaman yang akan
membantu para siswa memperluas kesadaran akan dirinya dan orang lain dan dapat
mengembangkan potensi-potensi yang dimilikinya. Penialiannya bersifat subjektif
baik dari guru mapun para siswa.
c. Kurikulum
Rekonstruksi Sosial
Kurikulum rekonstruksi sosial lebih memusatkan
perhatian pada problema-problema yang dihadapinya dalam masyarakat. Kurikulum
ini bersumber pada aliran interaksional. Menurut mereka pendidikan bukan upaya
sendiri, melainkan kegiatan bersama, interaksi, kerja sama. Kerjasama atau
interaksi bukan hanya terjadi antara siswa dengan guru, tetapi juga antara
siswa dengan siswa, siswa dengan orang-orang dilingkungannya, dan dengan sumber
belajar lainnya. Melalui interaksi dan kerja sama ini siswa berusaha memecahkan
problem-problem yang dihadapinya dalam masyarakat menuju pembentukan masyarakat
yang lebih baik.
1. Desain
kurikulum rekonstruksi social
Ada
beberapa cirri desain kurikulum ini.
a. Asumsi.
Tujuan utama kurikulum rekonstruksi sosial adalah menghadapkan para siswa pada
tantangan, ancama, hambatan-hambatan atau gangguan-gangguan yang dihadapi
manusia.
b. Masalah-masalah
sosial yang mendesak. Kegiatan belajar dipusatkan pada masalah-masalah sosial
yang mendesak. Masalah-masalah tersebut dirumuskan dalam peranyaan, seperti:
dapatkah kehidupan seperti sekarang ini memberikan kekuatan untuk menghadapi
ancaman-ancaman yang akan mengganggu integritas kemanusiaan?
c. Pola-pola
organisasi. Pada tingkat sekolah menegah, pola organisasi kurikulum disusun
seperti sebuah roda. Di tengah-tenganhnya sebgai poros dipilih sesuatu masalah
yang menjadi tema utama dan dibahas secara pleno.
2. Komponen-komponen
kurikulum
Kurikulum rekonstruksi soaial memiliki komponen-komponen
yang sama dengan model kurikulum lain tetapi isi dan bentuk-bentuknya berbeda.
a. Tujuan
dan isi kurikulum. Tujuan prongram pendidikan setiap tahun berubah. Dalam
program pendidikan ekonomi politik, umpamanya untuk tahun pertama tujuannya
membangun kembali dunia ekonomi-politik.
b. Metode.
Dalam pengajaran rekonstruksi social para pengembang kurikulum berusaha mencari
keselarasan antara tujuan-tujuan nasional dengan tujuan siswa. Guru-guru
berusaha membantu para siswa menemukan minat dan kebutuhannya.
c. Evaluasi.
Dalam kegiatan evaluasi para siswa juga dilibatkan. Keterlibatan mereka
terutama dalam memilih, menyusun, dan menilai bahan yang akan diajukan.
Soal-soal yang akan diujikan dinilai lebih dulu baik ketepatan maupun keluasan
isinya, juga keampuhan menilai pencapaian tujuan-tujauan pembangunan masyarakat
yang sifatnya kualitatif. Evaluasi tidak hanya menilai apa yang telah dikuasai
siswa, tetapi juga menilai pengaruh kegiatan sekolah terhadap masyarakat.
D. Teknologi dan Kurikulum
Abad
dua puluh ditandai dengan perkembangan tekonologi yang sangat pesat.
Perkembangan ini mempengaruhi setiap bidang dan aspek kehidupan termasuk
pendidikan. Seiring perkembangan ilmu dan teknologi, dibidang pendidikan
berkembang pula teknologi pendidikan. Aliran ini ada persamaannya dengan aliran
klasik, yaitu menekankan isi kurikulum, tetapi diarahkan bukan pada pada
pemeliharaan dan pengawetan ilmu tersebut tatapi pada penguasaan kompetensi.
Muali dari kompetensi yang besar diuraikan menjadi kompetensi yang lebih sempit
atau khusus dan akhirnya menjadi perlakukan-pelakuan yang dapat diamati dan
diukur.
Teknologi
pendidikan dalam arti teknologi alat, lebih menekankan penguaan alat teknologi dalam
menujang efisiensi dan efektifitas pendidikan. Kurikulumnya berisi
recana-rencana pengunaan berbagai alat dan media, juga model-model pengajaran
yang banyak melibatkan pengunaan alat.
Pada bentuk
pertama pengajaran tidak membutuhkan alat dan media yang canggih, tetapi bahan
ajar dan proses pembelajaran disusun secara system. Pada bentuk kedua,
pengajaran disusun secara system dan ditunjang dengan pengunaan alat dan media
pembelajaran. Pada bentuk ketiga program pengajaran telah disusun secara terpadu
antara bahan dan kegiatan pembelajaran dengan alat dan media.
1.
Beberapa cirri kurikulum teknologis
Kurikulum
yang dikembangkan dari konsep teknologi pendidikan, memiliki beberapa cirri
khusu, yaitu:
a.
Tujuan. Tujuan diarahkan pada penguasaan
kompetensi, yang dirumuskan dalam bentuk perilaku. Tujuan-tujuan yang bersifat
umum yaitu kompetensi dirinci menjadi tujuan-tujuan khusus, yang disebut
objektif atau tujuan instruksional.
b.
Metode.
Metode yang merupakan kegiatan pembelajaran sering dipandang sebagai proses
mereaksi terhadap perangsangan-perangsangan yang diberikan dan apa bila terjadi
respons yang diharapkan maka respons tersebut akan diperkuat. 1. Penegasan
tujuan. 2. Pelaksanaan pengajaran. 2. Pengetahuan tentang hasil.
c.
Organisasi bahan ajar. Bahan ajar atau
isi kurikulum banyak diambil dari
disiplin ilmu, tetapi telah diramu sedemikian rupa sehingga mendukung
penguasaan sesuatu kompetensi. Bahan ajar yang kompetensinya luasa atau besar
bisa menjadi bagian-bagian atau subkompetensi yang lebih kecil, yang
mengambarkan obejk.
d.
Evaluasi. Kegiatan evaluasi dilakukan
setiap saat, pada pada akhir suatu pembelajaran, suatu unit ataupun semester.
Fungsi evaluasi ini bermacam-macam, sebagai umpan balik bagi siswa dalam
penyempurnaan penguasaan suatu satuan pelajaran (evaluasi formatif), umpan
balik bagi siswa pada akhir suatu program atau semester (evaluasi sumatif).
Program
pengajaran teknologi sangat menekankan efisiensi dan efektivitas. Program
dikembangkan melalui beberapa uji coba dengan sampel-sampel dari suatu populasi
yang sesuai, direvisi beberapa kali sampai standar yang diharapkan dapat
dicapai.
Meskipun
memiliki kelebihan tentu , kurikulum teknologi tidak terlepas dari kelemahan
atau keterbatasan. Model ini terbatas kemampuannya untuk mengajarkan bahan ajar
yang kompleks atau membutuhkan penguasaan tingkat tinggi analisis, sintetis,
evaluasi juga bahan-bahan ajar yang bersifat afektif.
Sukmadinata. 2012. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar