Pahlawan Zaman Now
Pahlawan era zaman now atau kontemporer.
Menjadi sesuatu yang sangat wah. Bagi masyarakat pengangkatan pahlawan
ialah sesuatu yang sangat dinanti dan ditunggu, karena kesan dan
kebiasaan masyarakat yang memiliki kebanggaan tersendiri melihat semua
itu. Namun perlu digaris bawahi bahwa pahlawan itu ada dari masyarakat
kecil yang perjuangannya itu lebih besar dan lebih sulit. Ada pahlawan
politi, pahlawan pendidikan, dan organisasi. Semua ini tentu ada dasar sejarah yang memperkuatnya. Baik bukti perjuangan, yang terlihat dari dokumen sejarah bangsa.
Melihat masyarakat akademisi, masyarakat biasa, sudah terkontaminasi
oleh mas media, televisi, koran, WA, FB, Youtobe dll. Marak sekali
mengucapkan selamat hari pahlawan. Pada hal, konstruksi yang dibangun
dalam cara berpikir masyarakat bahwa pahlawan itu luar biasa.
Seolah-olah pahlawan itu memiliki peran besar, dan Memiliki pengaruh.
Pahlawan diibaratkan penguasa bangsa. sehingga masyarakat dicuci otaknya
dengan propaganda-propaganda, hegemoni namun tidak disadari oleh
masyarakat bahwa mereka lagi dikonstruksi pemikirannya. Sebenarnya bila
melihat lagi ternyata konstruksi yang demikian akan membuat cara
berpikir masyarakat tidak memiliki daya kritis kreatif dalam melihat
persoalan.
Seharusnya dapat membangun cara berpikir kritis tidak
hanya langsung menerima dengan legowo, dan tampa mengolah. tapi harus
melihat bagaimana sarat pahlawan, pantaskah nama-nama tersebut diangkat
sebagai pahlawan, mungkin saja tidak memenuhi syarat sebagai pahlawa,
sehingga terjadi pemaksaan dengan kekuasaan untuk menjadi pahlawan atau
malah ada yang lain. untuk itu, perlu ditelusuru kembali dan dinilai
oleh masyarakat bukan pemilihan sepihak pemerintah semata. bagaimana
masyarakat juga harus terlibat untuk memberikan penilaian positif atau
negatifnya. terhadap pahlawan nasional yang sudah diangkat oleh
pemerintah.
Mengkonstruksikan pemikiran melihat layak dan tidaknya
pahlawan nasional dijadikan sebagai pahlawan itu adalah hal yang lumrah
dan harus terus dilakukan pengkajian mendalam dengan sumber yang
autentik.
The aim of this blogger is to write about Indonesian history from animism and dynamism, Hindu-Buddhist times, times of Islam, colonialism, modern times and contemporary history.
Sabtu, 11 November 2017
Kamis, 09 November 2017
Filosofi Kurikulum
a. Kurikulum
Sabjek Akdemik
Bersumber
dari pendidikan klasik yang berorientasi pada masa lalu kurikulum sangat
mengutamakan pengetahuan maka pendidikannya lebih bersifat intelektual. Dalam pendidikan klasik seluruh warisan
budaya yaitu pengetahuan, ide-ide atau nilai-nilai telah ditemukan oleh para
pemikir terdahulu. Pendidikan berfungsi memelihara dan meneruskan warisan
budaya. Dalam penyusunanya kurikulum sabjek akademis di susun oleh para ahli
tampa ada keterlibatan guru dan siswa dan sedangkan dalam prakteknya guru
mempunyai peranan yang sangat besar dalam mengajar, menentukan isi, metode dan
evaluasi. Siswa benjadi penerima semata. Kurikulum sabjek akadek ada dua ciri
khasnya ada aliran persenialisme dan esensialisme walaupun berbeda dalam
aplikasi dua aliran ini memiliki kesamaan dalam memandang masayarakat bahwa
masyarakat bersifat statis.
Perenialisme,
berkembang di eropa dalam masyarakat aristokratis agraris. Yang lebih
berorientasi kemasa lampau. Kurang mementingkan perkembangan dan kebutuhan
masyarakat saat sekarang. Pendidikanya lebih bersifat humanitas, pembentukan
pribadi dan sifat-sifat mental. Esensialisme, berkembang di amerika serikat
dalam masyarakat industry yang lebih menekankan sains daripada humanitas mereka
lebih praktis dan arah pendidikannya dipersiapkan untuk terjun kedunia kerja.
1. Ciri-ciri
kurikulum subjek akademis
Kurikulum ini memiliki
ciri berkaitan dengan Tujuan kurikulum subjek akademis, adalah pemberian
pengetahuan yang solid serta melatih para siswa mengunakan ede-ide dan proses
penelitian. Metode kurikulum, yang paling banyak digunakan adalah metode
ekspositori dan inkuiri. Organisasi isi kurikulum, adalah 1. Pola organisasi
materi atau konsep yang dipelajari dalam suatu pelajaran dikorelasikan dengan
pelajaran lainnya. 2. Pola organisasi bahan pelajaran tersusun dalam tema-tema
pelajaran tertentu, yang mencakup materi dari berbagai pelajaran disiplin ilmu.
3. Pola yang integrated warna
disiplin ilmu tersebut sudah kelihatan lagi. 4. Pola organisasi isi yang berisi
topik pemecahan masalah sosial yang dihadapi dalam kehidupan dengan mengunakan
pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh dari berbagai mata pelajaran atau
disiplin ilmu. Evaluasi kurikulum subjek akademis, adalah menggunakan bentuk
evaluasi yang bervariasi disesuaikan dengan tujuan dan sifat mata pelajaran,
dan mempunyai kriteria pencapaian.
2. Pemilihan
disiplin ilmu
Masalah besar yang dihadapi oleh
pengembang kurikulum subjek akademis adalah bagaiman memilih materi pelajaran
dari sekian banyak disiplin ilmu yang ada. Apabila ingin memiliki penguasaan
yang cukup mendalam maka jumlah disiplin ilmu maka penguasaan para siswa akan
sangat terbatas, sukar menerapkannya dalam kehidupan masyarakat secara luas.
Apabila disiplin ilmunya cukup banyak tetapi pengetahuannya hanya
sedikit-sedikit (tidak mendalam).
3. Penyusunan
mata pelajaran dengan perkembangan anak
Para pengembangan kurikulum subjek
akademis, lebih mengutamakan penyusunan bahan secara logis dan sistematis
daripada menyelaraskan urutan bahan dengan kemampuan berpikir anak. Umumnya kurang
memperhatikan bagaimana siswa belajar dan lebih mengutamakan susunan isi, yaitu
apa yang akan diajarkan. Proses belajar yang ditempuh oleh siswa sama
pentingnya dengan penguasaan konsep, prinsip-prinsip dan generalisasi.
b. Kurikulum
Humanistik
1. Kosep
dasar
Kurikulum humanistik dikembangkan
oleh para ahli pendidikan humanistic. Kurikulum ini berdasarkan aliran
pendidikan pribadi yang lebih menekankan pada proses pengembangan kemampuan
siswa. materi ajar dipilih sesuai dengan minat dan kebutuhan sisw.
Penegmabangan kurikulum dilakukan oleh guru-guru dengan melibatkan siswa.
Merujuk pada pemikiran John Dewey (Progressive Education) menerapkan
prisnsip belajar sambil berbuat. Dalam pendidikan progresif siswa merupakan
satu kesatuan yang utuh, perkembangan emosi dan sosial sama pentingnya dengan
perkembangan intelektual. Isi pengajaran berasal dari pengalaman siswa sendiri
yang sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa. Seorang lebih merupakan ahli
dalam metodologi daripada dalam bahan ajar. dan J.J. Rousseau (Romantic Education). Ia ingin
mengembalikan pedidikan kepada pendidikan alam, sebab secara alamiah manusia
baik, merdeka dan gentle.pendidikan adalah proses individual yang berisi
rentetan pengembangan kemampuan-kemampuan anak, berkat kointeraksi dengan
berbagaia aspek dalam lingkungan maka terjadi rentetan pengembangan kemampuan
anak. Tugas guru adalah menciptakan situasi yang permisif atau bersifat terbuka
dan mendorong siswa untuk mencari dan mengembangkan pemecahan sendiri. Aliran
ini lebih memberikan tempat utama kepada siswa. Mereka bertolah dari asumsi
bahwa anak atau siswa adalah yang pertama dan utama dalam pendidikan. Mereka
percaya bahwa siswa mempunyai potensi, punya kemampuan, dan kekuatan untuk
berkembang. Para pendidik humanis juga berpegang pada konsep Gestalt, bahwa
individu atau anak merupakan satu kesatuan yang menyeluruh. Pendidikan
diarahkan kepada Pembinaan manusia yang utuh bukan saja segi fisik dan
intelektual tetapi juga segi social dan efektif.
2. Karakteristik
kurikulum humanistik
Kurikulum humanistik
mempunyai beberapa karakteristik, berkenaan dengan tujuan, metode, organisasi
isi, dan evaluasi. Menurut para ahli humanis, kurikulum berfungasi menyedikan
pengalaman (pengetahuan- red) berharga untuk membantu memperlancar perkembangan
pribadi yang dinamis yang diarahkan pada pertumbuhan, integritas dan otonomi
kepribadian, sikap yang sehat terhadap diri sendiri, orang lain, dan belajar. Kurikulum humanistik menutut hubungan emosinal
yang baik antara guru dan murid. Guru selain harus mampu menciptakan hubungan
yang hangat dengan murid, juga mampu menjadi sumber. Ia harus mampu memberikan
materi yang menarik dan mampu menjadi sumber dan mampu menciptakan situasi yang
memperlancar proses belajar.
kurikulum humanistik
menekankan integrasi, yaitu kesatuan perilaku bukan saja yang bersifat
intelektual tetapi juga emosional dan tindakan. Kurikulum memberikan pengalaman
yang menyeluruh, bukan pengalaman yang terpengal-pengal. Kurikulum ini kurang
menekankan sekuens, karena dengan sekuens murid-murid kurang mempunyai
kesempatan untuk memperluas dan memperdalam aspek-aspek perkembangannya.
Penyusunan sekuens dalam pengajaran yang sifatnya afektif, dilakukan oleh Shiflett
(1975, hlm. 121-139) dengan langkah-langkah sebagai berikut.
a. Menyusun
kegiatan yang dapat memunculkan sikap, minat atau perhatian tertentu.
b. Memeperkenalkan
bahan-bahan yang akan dibahas dalam setiap kegiatan.
c. Pelaksanaan
kegiatan, para siswa diberi pengalaman yang menyenangkan baik yang berupa
gerakan-gerakan maupun penghayatan.
d. Penyempurnaan,
pembahasan hasil-hasil yang telah dicapai, penyempurnaan hasil serta upaya
tindak lanjutnya.
Kurikulum humanistik dalam
evaluasi lebih mengutamakan proses dari pada hasil. maka dalam kurikulum
humanistik tidak ada kriteria. sasaran mereka adalah perkembangan anak supaya
menjadi manusia yang lebih terbuka, lebih berdiri sendiri. bermanfaat bagi
siswa. Kegiatan belajar yang baik adalah yang memberikan pengalaman yang akan
membantu para siswa memperluas kesadaran akan dirinya dan orang lain dan dapat
mengembangkan potensi-potensi yang dimilikinya. Penialiannya bersifat subjektif
baik dari guru mapun para siswa.
c. Kurikulum
Rekonstruksi Sosial
Kurikulum rekonstruksi sosial lebih memusatkan
perhatian pada problema-problema yang dihadapinya dalam masyarakat. Kurikulum
ini bersumber pada aliran interaksional. Menurut mereka pendidikan bukan upaya
sendiri, melainkan kegiatan bersama, interaksi, kerja sama. Kerjasama atau
interaksi bukan hanya terjadi antara siswa dengan guru, tetapi juga antara
siswa dengan siswa, siswa dengan orang-orang dilingkungannya, dan dengan sumber
belajar lainnya. Melalui interaksi dan kerja sama ini siswa berusaha memecahkan
problem-problem yang dihadapinya dalam masyarakat menuju pembentukan masyarakat
yang lebih baik.
1. Desain
kurikulum rekonstruksi social
Ada
beberapa cirri desain kurikulum ini.
a. Asumsi.
Tujuan utama kurikulum rekonstruksi sosial adalah menghadapkan para siswa pada
tantangan, ancama, hambatan-hambatan atau gangguan-gangguan yang dihadapi
manusia.
b. Masalah-masalah
sosial yang mendesak. Kegiatan belajar dipusatkan pada masalah-masalah sosial
yang mendesak. Masalah-masalah tersebut dirumuskan dalam peranyaan, seperti:
dapatkah kehidupan seperti sekarang ini memberikan kekuatan untuk menghadapi
ancaman-ancaman yang akan mengganggu integritas kemanusiaan?
c. Pola-pola
organisasi. Pada tingkat sekolah menegah, pola organisasi kurikulum disusun
seperti sebuah roda. Di tengah-tenganhnya sebgai poros dipilih sesuatu masalah
yang menjadi tema utama dan dibahas secara pleno.
2. Komponen-komponen
kurikulum
Kurikulum rekonstruksi soaial memiliki komponen-komponen
yang sama dengan model kurikulum lain tetapi isi dan bentuk-bentuknya berbeda.
a. Tujuan
dan isi kurikulum. Tujuan prongram pendidikan setiap tahun berubah. Dalam
program pendidikan ekonomi politik, umpamanya untuk tahun pertama tujuannya
membangun kembali dunia ekonomi-politik.
b. Metode.
Dalam pengajaran rekonstruksi social para pengembang kurikulum berusaha mencari
keselarasan antara tujuan-tujuan nasional dengan tujuan siswa. Guru-guru
berusaha membantu para siswa menemukan minat dan kebutuhannya.
c. Evaluasi.
Dalam kegiatan evaluasi para siswa juga dilibatkan. Keterlibatan mereka
terutama dalam memilih, menyusun, dan menilai bahan yang akan diajukan.
Soal-soal yang akan diujikan dinilai lebih dulu baik ketepatan maupun keluasan
isinya, juga keampuhan menilai pencapaian tujuan-tujauan pembangunan masyarakat
yang sifatnya kualitatif. Evaluasi tidak hanya menilai apa yang telah dikuasai
siswa, tetapi juga menilai pengaruh kegiatan sekolah terhadap masyarakat.
D. Teknologi dan Kurikulum
Abad
dua puluh ditandai dengan perkembangan tekonologi yang sangat pesat.
Perkembangan ini mempengaruhi setiap bidang dan aspek kehidupan termasuk
pendidikan. Seiring perkembangan ilmu dan teknologi, dibidang pendidikan
berkembang pula teknologi pendidikan. Aliran ini ada persamaannya dengan aliran
klasik, yaitu menekankan isi kurikulum, tetapi diarahkan bukan pada pada
pemeliharaan dan pengawetan ilmu tersebut tatapi pada penguasaan kompetensi.
Muali dari kompetensi yang besar diuraikan menjadi kompetensi yang lebih sempit
atau khusus dan akhirnya menjadi perlakukan-pelakuan yang dapat diamati dan
diukur.
Teknologi
pendidikan dalam arti teknologi alat, lebih menekankan penguaan alat teknologi dalam
menujang efisiensi dan efektifitas pendidikan. Kurikulumnya berisi
recana-rencana pengunaan berbagai alat dan media, juga model-model pengajaran
yang banyak melibatkan pengunaan alat.
Pada bentuk
pertama pengajaran tidak membutuhkan alat dan media yang canggih, tetapi bahan
ajar dan proses pembelajaran disusun secara system. Pada bentuk kedua,
pengajaran disusun secara system dan ditunjang dengan pengunaan alat dan media
pembelajaran. Pada bentuk ketiga program pengajaran telah disusun secara terpadu
antara bahan dan kegiatan pembelajaran dengan alat dan media.
1.
Beberapa cirri kurikulum teknologis
Kurikulum
yang dikembangkan dari konsep teknologi pendidikan, memiliki beberapa cirri
khusu, yaitu:
a.
Tujuan. Tujuan diarahkan pada penguasaan
kompetensi, yang dirumuskan dalam bentuk perilaku. Tujuan-tujuan yang bersifat
umum yaitu kompetensi dirinci menjadi tujuan-tujuan khusus, yang disebut
objektif atau tujuan instruksional.
b.
Metode.
Metode yang merupakan kegiatan pembelajaran sering dipandang sebagai proses
mereaksi terhadap perangsangan-perangsangan yang diberikan dan apa bila terjadi
respons yang diharapkan maka respons tersebut akan diperkuat. 1. Penegasan
tujuan. 2. Pelaksanaan pengajaran. 2. Pengetahuan tentang hasil.
c.
Organisasi bahan ajar. Bahan ajar atau
isi kurikulum banyak diambil dari
disiplin ilmu, tetapi telah diramu sedemikian rupa sehingga mendukung
penguasaan sesuatu kompetensi. Bahan ajar yang kompetensinya luasa atau besar
bisa menjadi bagian-bagian atau subkompetensi yang lebih kecil, yang
mengambarkan obejk.
d.
Evaluasi. Kegiatan evaluasi dilakukan
setiap saat, pada pada akhir suatu pembelajaran, suatu unit ataupun semester.
Fungsi evaluasi ini bermacam-macam, sebagai umpan balik bagi siswa dalam
penyempurnaan penguasaan suatu satuan pelajaran (evaluasi formatif), umpan
balik bagi siswa pada akhir suatu program atau semester (evaluasi sumatif).
Program
pengajaran teknologi sangat menekankan efisiensi dan efektivitas. Program
dikembangkan melalui beberapa uji coba dengan sampel-sampel dari suatu populasi
yang sesuai, direvisi beberapa kali sampai standar yang diharapkan dapat
dicapai.
Meskipun
memiliki kelebihan tentu , kurikulum teknologi tidak terlepas dari kelemahan
atau keterbatasan. Model ini terbatas kemampuannya untuk mengajarkan bahan ajar
yang kompleks atau membutuhkan penguasaan tingkat tinggi analisis, sintetis,
evaluasi juga bahan-bahan ajar yang bersifat afektif.
Sukmadinata. 2012. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Teori Albert Bandura
Makalah
Teori
Albert Bandura
Diajukan
Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Landasan Filosofis dan Teori
Pendidikan
Oleh
:
F A I D I N
1605106
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
SEKOLAH PASCA SARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2016
PENDAHULUAN
a. Latar
belakang
Pendidikan diera
sekarang penuh dengan tantangan berbicara masalah teori belajar tidak terlepas
dari perdebatan panjang antara para tokoh yang memiliki teori saling membantah
dan menjatuhkan itulah tanda perkembangan teori, Penjelasan tentang teori
belajar saat ini terus digalang dalam dunia pendidikan karena sangat penting
sebagai dasar untuk melakukan studi literatur atau teori sebagai pijakan untuk
mengembangkan suatu penelitian, teori belajar menurut (Slamet, 2003) Belajar
adalah suatu usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan
tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri
dalam interaksi dengan lingkungannya. Artinya interaksi seseorang dengan
lingkungan masyarakatnya sangat membantu untuk proses belajar. Sedangkan
menurut (Sudjana, 2000) belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya
perubahan pada diri seseorang. Perubahan tersebut antara lain berupa perilaku,
tutur kata, maupun dalam proses belajar yaitu dari tidak tahu menjadi tahu.
Sejak tahun Sembilan
puluhan UNESCO (1996), menganjurkan semua bangsa untuk mereformasi pendidikan
bagi seluruh warga dunia dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan di abad ke
21 dan mengemukakan empat pilar penting bagi penyelengaraan pendidikan
sepanjang hayat, pertama, (learning to know) belajar mengetahui, kedua,
(learnig to do) belajar melakukan, ketiga, (learning to live together) belajar
hidup bersama, dan keempata (learning to be) belajar untuk menjadi seseorang.
Maklumat ini seharusnya sampai saat ini terus digalakkan karena pembelajaran merupakan
tolak ukur maju dan mundurnya suatu bangsa ketika masyarakatnya tidak memiliki
pengetahuan contoh tentang sejarah bangsanya maka ia akan tertinggal namun
sebaliknya ketika masyarakat memahami sejarah bangsanya insa allah bangsa
tersebut akan terus berkembang dan maju.
Pembelajaran sejarah saat sekarang didominasi oleh kenyataan bahwa peserta didik
diharuskan menghafal fakta sejarah, nama-nama konsep seperti yang digunakan
dalam sebuah cerita sejarah, menghafal jalan cerita semua peristiwa (Hamid,
2016: 1-3). Hal ini sudah menjadi hal yang lumrah bagi guru disekolah. Maka
Masalah yang seperti ini harus menjadi suatu keharusan untuk selalu diperbaiki
karna pembelajaran sejarah ini berfungsi untuk meningkatkan kesadaran sejarah.
Maka untuk
itu dalam tulisan makalah ini akan dijelaskan bagaimana teori bandura yang
dalam ruang lingkup kajian teori kognitif diterapkan dalam proses pemebelajaran
sejarah untuk melahirkan kesadaran sejarah dengan memadukan teori belajar
bandura pada pembelajaran sejarah untuk melihat sejarah sosial masyarakat
dimasa lalu dengan perilaku yang patut dicotoh sehingga membangun mental bagi para
peserta didik.
b. Rumusan Masalah
Padakajian
tentang teori bandura penulis merumuskan permasalahan dalam bentuk pertanyaan
sebagai berikut yang tertera dibawah ini:
1.
Bagaimana
sosok albert bandura ?
2.
Bagaimana
sejarah lahirnya teori belajar albert bandura?
3. Bagaimana pemikiran albert bandura
?
4.
Bagaimana
Implementasi Teori Belajar albert
bandura pada pembelajaran sejarah?
c. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan teori teori albert
bandura tentang masalah judul diatas memiliki tujuan sebagai berikut :
1.
Memahami
sosok albert bandura.
2.
Memahami
sejarah lahirnya teori belajara abert bandura.
3. Memahami pemikiran albert bandura.
4.
Memahami
Implementasi Teori Belajar albert bandura pada pembelajaran sejarah.
Dari rumusan masalah dan tujuan tersebut penulis makalah akan
berusaha semampu penulis untuk menjelaskan bagaiamana teori bantura ketika
diterapkan dalam pembelajaran sejarah.
PEMBAHASAN
a. Biografi
Albert Bandura
Albert bandura lahir
pada 4 desember 1925 di mundare, sebuah kota kecil di Alberta, kanada sekitar
50 mil sebelah timur Edmonton. Bandura adalah anak bungsu dan ia adalah
satu-satunya anak laki-laki diantara enam bersaudara dari keluarga keturunan
eropa timur. Kedua orang tua bandura telah ber-emigrasi ke kanada ketika mereka
remaja, jadi orang tua bandura berasal dari Krakow polandia dan berkerja
menjaga perlintasan kereta api jalur trans kanada dan ibunya berasal dari
ukraina, bekerja di toko general town. Pada tahun 1952 albert bandura menikah
dengan Virginia verns, yang bekerja menjadi staf pengajar di universitas
perawat. Dari pernikahan tersebut bandura dikaruniai dua orang anak. Anak
pertama bernama mary yang lahir pada tahun 1954 dan yang kedua bernama carol
yang lahir pada tahun 1958 (Qumruin Nurul Laila,2015:1). Sebagai seorang tokoh
dalam teori pembelajaran patut diketahui latar belakang kehidupanya karna kata
pepatah lama tak kenal maka tak saying untuk itu dijelaskan bagaimana kehidupan
berkeluarga Albert Bandura dalam tulisan makalah yang penulis buat.
Jenjang pendidikan yang
ditempuh Albert Bandura pertama gelar B. A. dari university of british
Columbia, kemudian M. A. Pada 1951, dan Ph. D. pada 1952 dari uversit of lowa.
Dia ikut magang pascadoktoral di Wichita guidance center pada 1953 dan kemudian
bergabung di Stanford university. Pada 1969-1970 dia sempat di center for the
advanced study in the behavioral sciences. Bandura pernah menjabat sebagai
david starr Jordan professor of social science di fakultas psikologi di
universitas Stanford (Hergenhahn dan Olso, 2009). Dari latar belakang
pendidikan albert bandura sangat mendukung ia dalam melakukan kajian tentang
teori pembelajaran sosial yang dikenal dengan belajar observasional. Untuk itu Kuntowijoyo
(1995) mengatakan seseorang ketika ingin melakukan penelitian dan penulisan
harus memiliki kedekatan intelektual dan kedekatan emosional. Jelas yang
dilakukuan oleh bandura otomatis sudah memiliki criteria tersebut dalam
mengkaji teorinya.
Penghargaan yang pernah
diterima Bandura adalah gfsti california
ard unggenheim fellowship, 1972: distinguished
scientist award dari divisi 12 american
psychological association, 1972, distinguished
scientific achievement award fsti california psychological associantion, 1973,
presidency of the American psychological
association, 1974, james mckeen
cattell award, 1977, dan james mckeen
catell fellow award dari American psychological society, 2003-2004. Selain
itu, bandura menjabat sebagai posisi di beberapa masyarakat ilmiah dan menjadi
anggota dewan editor untuk sekitar 17 buah jurnal ilmiah (Hergenhahn dan Olso,
2009). Penghargaan yang didapat oleh bandura tersebut memiliki andil yang
sangat besar untuk ia lebih semangat lagi mengembangkan teorinya dan kalau kita
melihat dari sisi penghargaan otomatis bandura bisa dikatakan orang yang
berhasil dalam mengembangkan teori belajar sosialnya.
b. Sejarah
Teori Alberd Bandura
Sejarah teori ini
sangat penting untuk diketahui oleh para akademisi karena teori bandura ini
sebenarnya kalau dilihat dari sisi sejarah maka bandura terpengaruh oleh
pemikiran Kenneth Spence yang pada saat itu dikenal sebagai teoretisi hullian
terkemuka, pada saat bandura belajarar di university of lowa. Akan tetapi minat
bandura pada saat itu adalah psikologi klinis. Kemudian pemikiran bandura
dipengaruhi oleh buku social learning and
imitation karya Miller dan Dollard (1941) karena mengunakan teori belajar
hulian sebagai basis penjelasan (Hergenhahn dan Olso, 2009). Walaupun pada
penjelasan selajutnya ada kritik yang dilakukan bandura terhadap dua tokoh
tersebut pada saat mereka mengembangkan teori observaisional artinya bahwa
bandura ternyata orang yang kritis pada masanya dalam menilai teori.
Perkembangan belajar observasional Menurut (Shanti, 2010:70)
belajar observasional telah dikenal sejak jaman yunani, oleh para tokoh filsuf
pada saat itu seperti Plato dan Aristoteles. Pada masa selajutnya penelitian
tentang observasional digalakan lagi oleh Edward L. thorndike (1898), dengan melakukan
eksperimental terhadap seekor kucing dan ia meletakknanya kedalam kotak teka
teki dan kucinglain di sangkar yang ada di dekatnya. Kucing dalam kotak teka
teki adalah kucing terlatih untuk keluar dari kotak sehingga kucing tersebut
bisa keluar dari kotak tersebut. Setelah itu dimasukkan kucing kedua ternyata
respon dari kucing yang kedua tidak ada reaksi sama sekali untuk keluar kotak
setelah mengamati kucing pertama begitu
seterusnya baik di uji kepada anjing, ayam, moyet, samapi tahun 1901, thorndike
melakukan eksperimen tersebut maka hasilnya sama saja sehingga tidak mendukung
hipotesis bahwa mereka memiliki kemampuan untuk belajar melakukan sesuatu
setelah melihat hewan lain melakukan atraksi. Watson, (1908) telah mereplikasi
riset thorndike dengan eksperimen monyet, dia juga tidak menemukan bukti adanya
belajar observasi. Mereka Thorndike dan Watson sama-sama menyimpulkan bahwa
belajar hanya berasal dari (pengalaman langsung dan bukan dari pengalaman tak
langsung atau pengganti. Mereka mengangap belajar terjadi sebagai hasil dari
interaksi seseorang dengan lingkungan dan bukan dari hasil pengalaman terhadap
interaksi orang lain.
Terlepas dari kegagalan
yang dilakukan oleh Thorndike dan Watson muncul minat Miller dan Dollard untuk
melakukan penelitian lebih lanjut terkait belajar observasional. mereka Yakni
bila perilaku imitatif (Imitative Behavior) diperkuat, maka ia akan diperkuat
seperti jenis perilaku lain, jadi intinya bahwa belajar imitatif adalah kasus
khusus dari pengkondisian instrumental. Untuk lebih jelasnya belajar imitatif
ini ada tiga, pertama, same behavior (Peilaku Sama). Terjadi ketika
dua atau lebih individu merespons situasi yang sama dengan cara yang sama.
Kedua, copying behavior (Perilaku
Meniru atau Menyalin) adalah melakukan peilaku sesuai dengan perilaku orang
lain, seperti ketika instruktur memberi bimbingan dan tanggapan korektif
terhadap siswa kelas seni yang sedang berusaha menggambar. Ketiga, matched-dependent behavior (perilaku
yang tergantung pada sesesuaian) seorang pengamat diperkuat untuk mengulang
begitu saja tindakan dari seorang model (dalam Hergenhahn dan Olso, 2009) .
Dalam penjelasan tiga
hal tersebut tenyata Miller dan Dollard berpendapat bahwa belajar imitatif
adalah hasil dari observasi, respons nyata, dan penguatan. Jadi tidak ada
pertentangan kesimpulan ini dengan kesimpulan Thorndike dan Watson. Jadi Miller
dan Dollard menemukan bahwa organisme tidak belajar dari observasi saja dan
beranggapan bahwa satu satunya
kekeliruan Thorndike dan Watson adalah mereka tidak meletakkan hewan naïf ke
dalam kotak teka teki dengan hewan yang pintar. Penjelasan Miller dan Dollard
memberikan penjelasan empiris pertama terhadap fenomena tersebut. Dan kemudian
karya Miller dan Dollard memberi efek lemah selama dua dekade. dan lebih lanjut
Skinnerian memberi penjelasan terhadap belajar observational ternyata sama
dengan penjelasan miller dan dollard. Pertama perilaku model diamati, kedua,
pengamatan meniru respons dari model, dan ketiga, respons yang sama diperkuat.
Jadi menurut analisis operan terhadap belajar observasional, perilaku model
betindak sebagai stimulus diskriminatif yang menunjukkan tindakan mana yang
akan menghasilkan penguatan (Hergenhahn dan Olso, 2009).
Jadi reiset terbaru
menujukakan Thordike, Watson, Miller, Dollard dan Skinner adalah mereka tidak
lengkap risetnya. Untuk topik tentang hal serupa baru pada 1960-an mulai
diteliti lagi Oleh bandura yang menentang penjelasan belajar imitative dan
merumuskan teorinya sendiri yang berbeda dengan teori behavioristik sebelumnya.
Bandura menganggap belajar observasi atau sosial sebagai proses kognitif, yang
melibatkan sejumlah atribut pemikiran manusia, seperti bahasa, moralitas,
pemikiran, dan regulasi diri perilaku dalam (Hergenhahn dan Olso, 2009). Maka
dari itu untuk lebih jelasnya akan dijelaskan berkaitan dengan pemikiran labert
bandura sebagai bentuk penjelasan belajar teori sosialnya.
c. Pemikiran
Albert Bandura
Pemikiran dasar Albert
Bandura berkaitan dengan teori belajar sosial disebut pula teori pembelajaran
melalui peniruan yang dilakukan oleh pembelajar. Teori bandura tersebut dalam
(Aini Mahabbati, 2012:8) berdasarkan pada tiga asumsi dasar yang mempengaruhi
perilaku a. personal, orang, b. Environment, lingkungan, c. Behavior, perilaku.
Maka dari tiga hal tersebut bila
diterapkan dalam pembelajaran. Pertama, individu melakukan pembelajaran dengan
meniru apa yang ada di lingkungannya, terutama perilaku orang lain. Kedua,
terdapat hubungan yang erat antara pelajar dengan lingkungannya. Ketiga, hasil
pembelajaran adalah berupa kode perilaku visual dan verbal yang diwujudkan
dalam perilaku sehari-hari. Jadi dari tiga asumsi tersebut dapat dipahami
proses pengamatan itu sangatlah jelas dalam semua proses yang terjadi disetiap
pembelajaran.
Proses pembelajaran
ini lebih ditegaskan lagi oleh Bandura dalam (Mohamad Surya, 2004:44) pembelajaran
terjadi lewat beberapa komponen. pertama perilaku model, kedua pengaruh
perilaku model, ketiga proses interaksi belajar. Jadi dalam hal ini seseorang
melakukan pembelajaran dengan proses mengenal perilaku model bisa dikatakan
proses meniru perilaku orang lain, kemudian di analisis dan dipilah untuk
dijadikan suatu model yang akan ditiru sehingga menjadi kebiasaan sendiri. dalam komponen proses pembelajaran tersebut
perlu dipahami bahwa ada tahapan peristiwa yang perlu diketaui dalam proses
belajar sosial bandura dalam (Qumruin
Nurul Laila,2015) diantaranya sebagai berikut:
Pertama tahapan
perhatian, pada tahap ini para siswa atau para peserta didik pada umumnya
memusatkan perhatian pada obyek materi atau perilaku model yang lebih menarik
terutama karena keunikannya dibanding dengan materi atau perilaku lain yang
sebelumnya telah mereka ketahui. Kedua tahap penyimpanan dalam ingatan, pada tahan
ini peserta didik melakukan proses penagkapan informasi berupa materi yang
berupa perilaku model setelah itu diproses dan disimpulkan dalam memori. Ketiga
tahap reproduksi, pada tahap ini adalah segala bayangan atau citra mental atau
kode-kode simbolis yang berisi informasi pengetahuan dan perilaku yang telah
tersimpan dalam memori peserta didik itu diproduksi kembali. Keempat tahap
motivasi, Pada tahap terakhir dalam proses terjadinya peristiwa atau perilaku
belajar adalah tahap penerimaan dorongan yang dapat berfungsi sebagai penguatan
bersemayamnya segala informasi dalam memori para peserta didik. Dari semua
tahap tersebut bila diterapkan dalam pembelajaran sejarah otomatis akan mampu
menjawab masalah pembelajaran sejarah.
d. Teori
Belajar Sosial Bandura Dipadukan Dalam Pembelajaran Sejarah
Perkembangan
teori saat ini tidak terlepas dari catatan sejarah yang sampai pada hari ini
terus ditulis oleh para sejarawan, diera sekarang ini memerlukan teori yang
mampun menjawab masalah kekinian untuk menyiapkan masa depan. Dalam tulisan ini
antara teori bandura dengan sejarah dikaitkan untuk melahirkan wacana baru
dalam suatu kajian. Kajian teori sosial bandura suatu keharusan karna teori
bandura sangat cocok bila diterapkan dalam pembelajaran sejarah apalagi teori
tersebut dalam proses pembelajaran menekankan untuk selalu mengamati dalam
memperoleh informasi baru sejarahpun memerlukan proses mengamati. Dalam
kurikulum 2013 kompetensi inti dan kompetensi dasar SMA/MA dijelaskan bahwa proses
mengamati itu sangat penting dilaksanakan untuk melahirkan proses berpikir atau
kognitif sehingga siswa mampu membagun wacana diskusi bersama guru. Menurut
teori bandura, faktor penentu kepribadian adalah faktor kognitif, seperti
memori anti sipasi, perencanaan, dan kemampuan penilaian (Feist dan Feist,
2006). Artinya bahwa peran dari kognitif ini sangat penting dalam menetukan
keberhasilan suatu proses pembelajaran.
Pembelajaran merupakan proses untuk
mendapatkan pengetahuan baik langsung maupun tidak langsung. Menurut bandura
(1977:12) segala sesuatu yang dapat dipelajari dari pengalaman langsung juga
bisa dipelajari melalui pengalaman tak langsung atau pengalaman penganti. Jadi
proses pembelajaran dalam teori tersebut tidak hanya terpaku pada satu sumber
saja akan tetapi lebih banyak maka lebih baik dalam arti belajar tidak hanya
dari guru tapi melalui organisasi, membaca buku, mengamati lingkungan sehingga
pengetahuan meningkat. Bandura (1977:48) lebih memertegas lagi bahwa untuk
menjadi seseorang yang innovator kreatif perlu belajar dari karya orang lain
dan kemudian menciptakan sesuatu yang baru. Bila mencermati pendapat tersebut
tentu akan memacu seseorang untuk serius lagi belajar, apalagi belajar sejarah
membutuhkan keseriusan untuk memahami perkembangan sejarah.
Pembelajaran
sejarah adalah suatu proses untuk membantu mengambarkan potensi dan kepribadian
peserta didik melalui pesan-pesan sejarah agar menjadi warga bangsa yang arif
dan bermartabat. Menurut Isjoni (2007:12)
pembelajaran sejarah berarti proses belajar mengajar pembelajaran sejarah.
Isjoni lebih mempertegas lagi bahwa pembelajaran sejarah harus dapat
mengaktualisasikan dua konsep pembelajaran (1) pendidikan dan pembelajaran
intelektual, dan (2) pendidikan dan pembelajaran moral bangsa. artinya sesuai
dengan teori pembelajaran sosial bandura bahwa pembelajaran itu berdasarkan
kaidah yang diambil dari observasi orang belajar antara lain, orientasi
penilaian, gaya bahasa, skema konseptual, strategi pemrosesan informasi,
operasi kognitif, dan standar perbuatan, Bandura (1977:42). Semua ini dalah
bentuk bagaimana seseorang harus belajar untuk membetuk intelektual dalam
sejarah perlu adanya proses konseptual, informasi, kognitif atau proses
berpikir. Begitupun pembelajaran moral memerlukan perbuatan yang baik agar
moral sebagai bangsa tetap terjaga.
SIMPULAN
Dari
penjelasan yang sudah dipaparkan tersebut maka kesimpulan sederhana dari
penulis bahwa teori pembelajaran alber bandura sangat mendukung membelajaran
sejarah karna proses mengamati atau peniruan dalam teori tersebut bisa menjadi
acuan untuk mengembangkan pembelajaran sejarah yang inovatif, kreatif.
Ada
tigahal yang dijalaskan dalam teori bandura yang mempengaruhi perilaku, adanya
pengaruh orang lain, lingkungan dan perilaku. Semua ini adalah komponen yang
menjadi acuan untuk pengmebangan perilaku peserta didik dalam proses
pembelajaran untuk itu diharapkan ada orang yang bisa lebih mendalami teori
bandura sebagai proses kombai dengan pembelajaran sejarah.
Artinya
bahwa teori bandura yang dikenal dengan teori obesrvasi atau teori belajar
sosial ini memberikan andil ketika dalam pembelajaran sejarah diterapkan
apalagi proses mengamati contoh mengamati bagunan candi, mengamati, peristiwa
proklasami melalui fideo ini semua bisa diterapakan melui teori alber bandura
maka penulis meyakini bahwa teori belajar alber bandura sangat mendukung ketika
diterapkan dalam pembelajaran sejarah.
DAFTAR PUSTAKA
Aini
Mahabbati, 2012. Analisis Teori Belajar
Sosial Bandura Mengenai Ganguan Perilaku Agresif Pada Anak. Universitas
negeri Yogyakarta: Jurnal Pendidikan Khusus IX, No, 2 November.
Bandura,
A. 1977. Social Learning Theory.
Englewood Cliffs, NJ: Prentice hall.
Feist,
J dan Feist, G.J. 2006. Theories of
Personality Pelajar Terjemah. Yudi Santoso (2008). Yogyakarta: Pustaka.
Hasan,
2016. Pembelajaran Sejarah yang
Mencerdaskan (Online). Tersedia Http: File Upi.edu/direktorat Tangal
2-10-2016.
Hergenhahn dan Olso, 2009. Theories of Learning Teori Belajar.
Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2013. Kompetensi
Dasar Sekolah Menengah Atas (SMA) Madrasah Aliyah (MA). Jakarta: Badan Penelitian dan
Pengembangan Dalam Halaman Staff.Uny.ac.id.
Diambil Tanggal 13-12-2016
Kuntowijoyo,
1995. Pengantar Ilmu Sejarah.
Yogyakarta: Bentang Budaya.
Qumruin
Nurul Laila,2015.Pemikiran Pendidikan
Moral Albert Bandura. STITNU Al Hikmah Mojokerto: Jurnal Vol. III, No. 1,
Maret.
Shanti, 2010. Psikologi Belajar, Yogyakarta: Universitas Mercu Buana.
Slamet,
2003. Belajar dan Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhinya. Jakarta : Rhineka Cipta.
Sudjana,
N. 2000. Dasar-Dasar Proses Belajar
Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Wenard
Kerig, 2005. Developmental Psychopath logy
From Infancy Throngh Adolescent. New York: MC Graw Hill Companies Inc.
Unesco,
1996. Culture and Development Our
Creative Diversity. Diunduh Tanggal 12 Desember 2016. Tersedia Dihalaman http://partol.unesco.org/culture/en.wv.php.
Watson,1908
Imitation In Monkeys. Psychological.
Langganan:
Postingan (Atom)
Pendidikan Kesadaran
Pendidikan Kesadaran Pendidikan adalah bagian penting untuk menyelamatkan bangsa Indonesia sebagai sebuah bangsa yang utuh dan berkembang, ...
-
Nasionalisme dalam pandangan (Ernest Gellner) Nasionalisme Menurut Ernest (1983) dalam bukunya yang berjudul “ nations and nationalism”...
-
Al-Qur’an S ebagai P edoman H idup Allah Swt sebagai pencipta membuat pedoman dan petunjuk, bagi umat manusia. karena Al-Qur’an...