Multikulturalisme Australia
(Kajian Historis
Kontemporer Multikulturalisme)
A. Latar Belakang
Australia
ialah suatu negara di belahan selatan yang terdiri dari daratan utama benua
Australia, Pulau Tasmania, dan berbagai pulau kecil di Samudera Hindia, dan
Samudra Pasifik. Terdapat masyarakat primitif yang beragama (paganisme) yang
masih tergolong pada kepercayaan (animisme), dikenal dengan masyarakat
Aborigin. Menjadi negara yang bebas (liberal) dan memiliki kesadaran untuk
menyusun suatu kepentingan bersama melalui tujuan lahirnya negara yang
multikultur, sebagai negara tempat mingrasi besar-besaran pada masa revolusi
industri mengakibatkan negara ini. Merupakan tempat tujuan utama para imigran
yang dihukum, para penjahat, dan pengangur yang ada di Eropa seperti negara
Inggris pada saat itu.
Artikel
ini akan menjelaskan sejarah Australia mulai dari sejarah awal, baik
kondisi masyarakatnya, ciri fisik, nama negara, peta negara, jumlah penduduk,
dan sampai pada lahirnya kebijakan multikulturalisme di Austalia. Melahirkan
tujuan bersama dalam pemerintahan, dengan menerapkan di dunia pendidikan. Sehingga
melahirkan kesetaraan dalam ruang lingkup bermasyarakat dan bernegara. Walaupun
kenyataan sangat sulit melihat terjadinya suatu kesetaraan diantara imigran dan
para pribumi Australia (Aborigin dan Torres). Melihat konteks terjadinya
tindakan yang tidak manusiawi, membunuh, membantai, dan sampai mereka dijangkit
penyakit. Menyebabkan populasi mereka menurun dan anak hasil nikah campuran
tidak diberikan pada mereka. sehingga mereka tidak bisa membesarkan anak
sendiri.
Kemudian
mereka disingkirkan, karena tidak memiliki peran dalam dunia pendidikan
diakibatkan ketidaktahuan mereka karena tidak berpendidikan yang baik,
menyebabkan sulit untuk mengelola kekayaan alamnya. Dampak terjadinya masalah
yang demikian bila dihayati dan direnungi betapa terbelakang masyarakat
Aborigin. Maka penulis memiliki inisiasi untuk menuliskan artikel
multikulturalisme Australia sebagai bahan kajian dan bacaan bagi generasi
intelektual, dalam sub-sub pembahasan tulisan artikel ini.
B. Pembahasan
Sejarah
Australia yang panjang memiliki konteks budaya dan karakter tersendiri, serta
memiliki Bangsa pribumi yang dikenal dengan Aborigin dan penduduk pribumi Salat
Torres dan merupakan masyarakat asli yang bentuk kebudayaan asli yang selalu
berbeda satu sama lain tapi selalu berkesinambungan. Mereka memiliki bahasa dan
adat mereka sendiri.
Bangsa
pribumi Australia telah hidup di Australia selama antara 40.000 dan 60.000
tahun. Dalam sejarah, orang-orang Aborigin berasal dari daratan utama Australia
dan Tasmania. Penduduk pribumi selat Torres berasal dari pulau-pulau yang
terletak antara bagian paling ujung Queensland dan Papua New Guinea.
Penduduk pribumi Aborigin dan Selat Torres memiliki banyak kemiripan budaya
dengan bangsa Papua New Guinea dan pulau-pulau pasifik lainnya, karena memang
keturunan orang Papua yang menjelajah ke benua Australia, sekitar 40.000 tahun lalu.
Bentuk fisik rata-rata lebih kecil dan lebih pendek dari orang Papua. Rambut
mereka juga keriting, namun sebagian warnanya sudah kemerah-merahan atau
cokelat pucat, sedangkan warna kulit mereka gelap (sumber: Padre, 2012, http://pandri-16.blogspot.co.id). Sejarah Australia, mengajarkan kepada para penikmat sejarah
sebagai cara untuk memahami sejarah panjang Australia yang terdapat implikasi
kejuangan bangsa minoritas dan bangsa yang taat dan tunduk pada para pendatang
yang datang sebagai imingran Australia.
Para
pendatang dari Inggris (Eropa) yang berlayar dipantai Australia, yang dulu disebut
New Holland, di abad ke-17. Kemudian, baru di tahun 1770 kapten James Cook
memetakan pantai timur dan menyatakannya sebagai milik Inggris. Wilayah baru
ini digunakan sebagai koloni terhukum, dan pada tanggal 26 januari 1788, armada
pertama 11 kapal yang membawa 1.500 orang (setengahnya merupakan narapidana)
tiba di pelabuhan Sydney, sampai pengangkutan terhukum ini berakhir di tahun 1868, 160.000
pria dan wanita telah datang ke Australia sebagai narapidana. Kemudian para
pemukim yang bebas mulai berdatangan sejak awal tahun 1790-an, namun di sisi
lain kehidupan para tahanan sangatlah berat, jumlah pria lima kali lipat
dari jumlah wanita, dan kaum
wanita selalu hidup dalam keadaan terancam eksploitasi seksual. Para laki-laki
yang kembali melanggar hukum dicambuk dengan brital, dan kejahatan kecil
seperti mencuri dapat terkena hukum gantung. Kaum Aborigin tergusur oleh
pemukiman baru dan lebih menderita lagi kehilangan tanah serta sakit dan kematian akibat penyakit yang
dibawa orang asing ini menggangu praktik dan gaya hidup tradisional mereka (Sumber sejarah
Australia :http://www.australia.com). Sejarah ini sudah memberikan gambaran yang kongkrit terkait datangnya para imigran
berdampak tidak signifikan bagi para pribumi, sehingga terjadi ketimpangan
sosial serta keterbelakangan bagi orang pribumi Aborigin Australia.
Nama
Australia berasal dari kata Latin Australis, yang berarti ‘dari
selatan’. Selama berabad-abad, menjadi legenda bahwa ada daratan besar
di selatan yang tidak dikenal - Terra Australis Incognita. Deskripsi ini
digunakan dalam tulisan-tulisan tentang penjelajahan ke wilayah tersebut.
Nama ‘Australia’ mendapat sambutan luas menyusul publikasi catatan Matthew
Flinders pada tahun 1814 tentang pelayarannya mengelilingi benua ini, A
Voyage to Terra Australis (Sebuah Pelayaran ke Terra Australis), dalam publikasi itu dia memakai nama
Australia. Gubernur Lachlan Macquarie kemudian memakai nama Australia dalam laporan resminya dan menganjurkan supaya nama
tersebut dipakai. Pada tahun 1824, British Admiralty (Departemen Angkatan Laut
Inggris) setuju benua tersebut secara resmi dinamakan Australia (sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Australia). Artinya, Australia merupakan suatu negara yang memang secara
historis bisa dikatan sama dengan Indonesia. Dalam hal menentukan nama, tentu indonesia pun sejak
dulu dalam tulisan-tulisan para sejarahwan dimedia masa dan dikembangkan oleh
para perhimpunan indonesia pertama kali pada majalah mereka dicantumkan nama
Indonesia, kemudian terkenal dan dijadikanlah indonesia sebagai nama negara,
dan lahirnya sumpah pemuda 1928 ialah dalam menyatukan
bangsa, begitupun Australia dalam menentukan nama negaranya secara
utuh sebagaimana yang kita lihat sekarang ini.
Gambar
1.1. Peta Autralia
Negara
Australia dilihat dari peta terdiri dari beberapa negara bagian atau wilayah teritorial Australia yang
didiami oleh masyarakatnya dan memiliki karakter yang khas atau berbeda dari negara-negara
lain karena cuaca (iklim) yang melahirkan watak dan karakteristik bagi suatu masyarakat. Menurut Ibnu Khaldun, masyarakat yang lahir
kenapa bisa berbeda watak dan tabiatnya, itu
disebabkan oleh iklim di suatu wilayahnya.
Terbentuknya watak keras, lembut dan lainnya tergantung dimana ia lahir dan juga
bagaimana peran dari orang tua yang mendidiknya. Maka dari itu, wilayah negara bagian
Australia serta jumlah penduduknya perlu dijelaskan sebagai bahan kajian serta
sumber yang dapat dianalisis,
sebagai berikut:
1.
New South Wales (6,55 penduduk) ibu kota (Sydney) penduduk ibu
kota (4,12).
2.
Victoria (4,93) ibu kota Melbourne (3,59).
3.
Queensland (3,90) ibu kota Brisbane (1,76).
4.
Australia Barat (1,96) Perth (1,45).
5.
Australia Selatan (1,51) Adelaide (1,11).
6.
Tasmania (0,48) Hobart (0,32).
7.
Ibu Kota Teritori Australia (0,32) Canberra (0,32).
8.
Teritori Utara (0,19) Darwin (0,11).
Wilayah
negara bagian Australia, terdapat delapan wilayah yang masing-masing memiliki
ibu kota yang berbeda-beda. Penduduk Australia yang terbanyak berada pada
wilayah (New Soult Wales) yang menempati poin presentase (6,55%) dengan
ibu kotanya Sydney sebanyak (4,12%). Sedangkan penduduk yang paling sedikit ialah penduduk
yang menempati wilayah (Teritori Utara) dengan presentasi (0.19%),
dengan ibu kotanya Darwin dengan presentase (0,11%).
Berdasarkan apa yang penulis amati dari hasil sensus ditahun 2006 ,bahwasanya populasi masyarakat
Australia secara etnis, mengalami perkembangan yang sangat signifikan di Australia, di
Kota Sydney hanya 20% dari penduduk yang keturunan orang Australia, penduduk lainnya yang terbanyak
adalah keturunan Inggris (22%), diikuti China (10%), Irlandia (9%), Skotlandia
(6%) dan Jerman (3%). Jika dibandingkan dengan Greater Sydney, perbedaan
terbesar Kota Sydney dalam hal keturunan adalah proporsi penduduk yang lebih
besar untuk keturunan Australia (25,5% berbanding 19,1%), keturunan
China (10,1% berbanding 6,1%) dan keturunan Irlandia (9,3% berbanding 6,8%). Terdapat proporsi
yang lebih kecil pada keturunan Lebanon (0,7% berbanding 2,7%) dan Italia
(2,4% berbanding 3,6%). Populasi kaum Aboriginal dan Torres Strait Islander
di Kota Sydney dalam tahun 2006 adalah 1.981 yang merupakan 1,7% dari populasi,
sedangkan di dalam Greater Sydney adalah 1,1%. (artikel, City of Sydney, 2009: 9).
Melihat
keberagaman Austalia bisa dilihat pada keberadaan agama. Secara umum Australia
adalah negara Kristen, dengan sekitar 64 % penduduk Australia mengaku
sebagai penganut agama Kristen, namun agama-agama besar lainnya juga memiliki penganut yang
mencerminkan masyarakat Australia yang majemuk secara budaya. Agama atau aliran
kepercayaan Australia paling awal mulai dengan Penduduk Aborigin dan Penduduk Kepulauan
Selat Torres, yang telah mendiami Australia selama antara 40.000 dan 60.000
tahun. Penduduk Asli Australia memiliki tradisi agama dan nilai-nilai rohani
yang unik. Australia tidak mempunyai agama negara yang resmi dan masyarakat
bebas menganut segala agama yang mereka pilih, sepanjang mereka patuh pada
hukum. Penduduk Australia juga bebas untuk tidak memeluk agama (sumber: 2017. http://indonesia.embassy.gov.au). Terbukti dengan mengamati hasil sensus 2016, untuk
pertama kalinya mayoritas warga Australia (29%) menyatakan tidak menganut agama
tertentu. Jumlah itu melonjak dibandingkan dengan sensus 2001 yang hanya 16%
(sumber: 2017. http://poskotanews.com).
Perkembangan ini memberikan suatu kebebasan yang sangat luas didalam kehidupan di Australia.
Secara
berturut-turut, agama terbanyak yang dianut warga Australia adalah Katolik
(22,6%), Anglikan (13,3%), gabungan denominasi Kristen Protestan (3,8%), Islam
(2,6%), Buddha (2,4%), Hindu (1,9%), Sikh (0,5%), Yahudi (0,4%). Pada sensus
tahun lalu, 9,6% warga tak menyebut agama mereka, sedangkan 0,8% lainnya
menganut sejumlah agama lain. Setidaknya terdapat 2,8% warga Australia
mengklaim berdarah Aborigin atau keturunan warga Kepulauan Selat Torres. Angka
itu meningkat dari 2,5% pada 2011. Secara rinci, jumlah itu bertambah dari
548.368 jiwa, manjadi 649.171 jiwa. Sebelum orang-orang Eropa tiba di Australia
pada 1788, jumlah penduduk asli benua itu berkisar antara 315.000 hingga satu
juta jiwa. Angka itu menurun drastis akibat berbagai wabah penyakit, tindak
kekerasan, pemindahan paksa, dan perampasan lahan (Abrar, 2015, hlm. 15).
Gambar
1.2. Lambang
Australia
Berdasarkan gambar lambang diatas, Kanguru dan Burung emu tidak bisa jalan mundur. Australia berharap
negaranya terus mengalami kemajuan bukan kemunduran.
Salah satu krisis yang terjadi berdasarkan
sejarah australia, yakni menghasilkan suatu multikulturalisme dalam
bermasyarakat, dimana Multikulturalisme ialah
sebuah kajian yang didasari pada kebudayaan. Multi (banyak) kultur (budaya) dan
isme (paham atau aliran) (Mahfud, 2011). Disepakati bahwa maksud dari definisi dasar diatas ialah
suatu masyarakat yang berkelompok, bersuku, berbangsa, baik lokal, nasional,
dan global. Memiliki hak dan kesempatan yang sama untuk dihargai berdasarkan budaya
yang mereka miliki, sebagai bentuk pengejawantahan dari suatu konstruksi pemikiran
bahwa multikulturalisme menjadi suatu pijakan dalam menghargai sesama.
Ditekankan dalam “isme”
yakni perlu adanya penerapan dan penanaman
mulai dari generasi muda bangsa,
dalam hal ini pendidikanlah yang paling tepat untuk
menanamkan benih-benih multikulturalisme yang mengandung ideologi, untuk
menghendaki adanya persatuan dari berbagai kelompok kebudayaan dan hak serta
status sosial politik yang sama dalam masyarakat modern.
Sebagaimana
yang telah dilakukan oleh negara
Amerika dalam rangka menanamkan hegemoni sebagaimana dalam buku neo imperialisme
Amerika (Chomsky, 2008, hlm. XVI-XXI) bahwa memanipulasi lembaga pendidikan,
media dan kaum intelektual dengan cara merombak semua keadaan masyarakat sehingga patut dan tunduk pada
keputusan atau kebijakan pemerintah. Dengan demikian, Amerika sampai sekarang
dapat menjadi negara adidaya, yang bisa dihormati oleh setiap negara.
Keadaan
pendidikan sebagaimana dijelaskan sebelumnya, memberikan gambaran secara
kongkrit bahwa pendidikan memiliki peran penting dalam perkembangan kekinian, sebagaimana sudah
disepakati oleh berbagai negara dalam suatu kesepakatan di Jenewa melalui lembaga
UNESCO yang melibatan beberapa negara diantaranya ialah, Amerika, Inggris,
Jerman dan Australia pada tahun 1994. Menurut Rifa’i, A (2015) berdasarkan uraian diatas, melahirkan 4 kesepakatan dalam rangka merealisasikan pendidikan
multikulturalisme; pertama, kesepakatan pendidikan
hendaknya mengembangkan kemampuan untuk mengakui dan menerima nilai-nilai yang
ada dalam kebhinekaan pribadi, jenis kelamin, masyarakat dan budaya serta
mengembagkan kemampuan untuk berkomunikasi, berbagi dan bekerja sama dengan
yang lain; kedua, kesepakatan bahwa pendidikan hendaknya meneguhkan jati
diri dan mendorong konvergensi gagasan dan penyelesaian-penyelesaian yang
memperkokoh perdamaian, persaudaraan dan solidaritas antara pribadi dan
masyarakat; ketiga, kesepakatan bahwa pendidikan hendaknya meningkatkan
kemampuan menyelesaikan konflik secara damai dan tanpa kekerasan; keempat,
kesepakatan bahwa pendidikan hendaknya juga meningkatkan mengembangkan
perdamaian dalam diri pikiran peserta didik sehingga dengan demikian mereka
mampu mengembangkan secara lebih kokoh kualitas toleransi, kesabaran, kemauan
untuk berbagai dan memelihara ukhuwa kebersamaan.
Dasar
kesepakatan inilah menjadikan paradigma semua negara yang menyepakati hal itu,
perlu merealisasikannya di negara masing-masing. Begitupun Australia sebagai
suatu negara yang besar dan memiliki multikultur dan banyaknya para imingran
yang berdatangan ke Austaralia sebagaimana pernyataan bahwa Australia
mulitkultual, yang disampaikan oleh perdana menteri Australia Turnbull (2017,
hlm. 1) ialah bersatu, kuat, berhasil, memperbarui, dan menegaskan kembali
komitmen pemerintah akan Australia yang multikultural, yang tidak menyediakan
tempat kepada rasialisme dan diskriminasi. Walaupun wacana baru-baru ini
diterapkan, tapi memiliki arti penting bagi orang-orang Aborigin mapun pribumi
Torres. Ketika belum ada kesepakatan tentang mulikultural, karena keberadaan
mereka sangat terasing dan tertindas oleh para pendatang atau imingran dari
Inggris sejak tahun 1788 sampai 2007.
Sekelumit sejarah tentang
“200 tahun Tragedy Aborigin”. Sebagaimana dijelaskan sebagai berikut:
“…Kedatangan Inggris ke
daerah Sydney 1788, dan membawa virus atau penyakit yang menewaskan ratusan
orang tahun 1789. Masyarakat aborigin ketika itu di Sydney 4070.000. pemerintah
memberikan hak kepemilikan tanah bagi orang Inggris, mebuat masyarakat Aborigin
tergusur. Pada 1791 langkah serupa menyebar ke seantero Australia.
Kemudian menyebabkan terjadi konflik antara Aborigin danInggris. Konflik ini
mengakibatkan puluhan eibu orang Aborigin mati di banding Inggris hanya ratusan
korban. Pada 1 januari 1901 resmi berdiri negara persemakmuran Australia.
Pada 1910, pemerintah di berbagai negara bagian mengeluarkan kebijakan untuk
memisahkan keturunan Aborigin Pada 1937. Ada sekitar 60.000, orang berdarah
Aborigin campuran. Anak-anak diambil pakasa, tidak diberi hak milik tanah,
tidak ada aborigin yang menduduki kursi parlemen. 1967 lewat referendum,
Australia baru Aborigin hak hukum. Dalam memilih dan mengakhiri diskriminasi.
Tahun 1970 mencabut hukum untuk memisahkan keluarga Aborigin. Namun praktik
memisahkan keuarga dan anak Aborigin terus terjadi. Pada tahun 1976, pemerintah
pusat memberi hak hukum kepada Aborigin untuk kepemilikan lahan di Northern
Territory, ini adalah sebuah langkah hukum yang berpihak pada Aborigin.
Tahun 1992, MA Australia membeli hak hukum pada Aborigin sebagai pemilik lahan
milik mareka, sebelum pendatang Inggris memasuki Australia. Pada tahun 1997,
Pemerintah John Howard menolak meminta maaf. Pada tahun 2007, Pemerintah Kevin
Rudd mau meminta maaf kepada Aborigin (Sumber: kompas 2009)…”.
Kenyataan
sejak datangnya Inggris ke Australia bila merenung dan menghayati diskriminasi
yang terjadi, sangat mengharukan, dan membuat pembaca terbawa pada masa itu dan
membayangkan kekejaman dan ketidakadilan, mengakibatkan suku asli terpinggirkan
dan tidak diberikan hak sedikitpun dalam tanah kelahiran mereka. Baru pada 1976
diberikan hak hukum tentang tanah mereka, tapi sebelum itu mereka korbankan
nyawa dalam rangka melawan ketidakadilan. Tahun 2007, orang-orang Inggris mau
meminta maaf, sebelum itu malah menolak untuk melakukan minta maaf. Sedih
rasanya jikalaui generasi saat ini yang merasakan kehidupan yang demikian.
Artinya pendidikan multikultural yang disepakati UNESCO di Jenewa 1994,
sebelumnya pemerintah Australia melalui masa kepemimpinan Perdana Menteri
Whitlam (1972-1975) sudah mengeluarkan kebijakan tentang multikulturalisme, namun nyatanya realisasi
dari kebijakan ini baru terlihat dan nyata pada tahun 2007 dengan dilakukan
permintaan maaf oleh para penindas Aborigin. Ternyata bisa dipastikan rilnya
proses multikultural pada saat itu.
Multikultural
Australia, tertuang dalam Kebijakan-kebijakan dan program-program pemerintah
Australia, dari yang sebelumnya mengunakan kebijakan white autralia policy (kebijakan
Australia putih) berubah menjadi multicultural policy (kebijakan multikultur)
(Russel ward, 1987, hlm.160). Dampak dari ini, membuat orang Aborigin yang
sebelumnya merasakan penindasan dan diskriminasi, sehingga meningkatkan
kepercayaan diri mereka bersama dengan berbagai kegiatan masyarakat, memberi
inspirasi mendukung dan menjaga kesatuan bersama, seperti yang diuraikan (Collins:1991) sebagai berikut:
a.
Program bahasa Inggris untuk migrant dewasa atau adult
migrant English program membantu para migran dan orang-orang yang masuk
karena alasan kemanusiaan untuk belajar bahasa Inggris dan keterampilan
hidup dasar agar mereka dapat berpartisipasi secara sosial dan ekonomi di dalam
masyarakat Australia.
b.
Kebijakan multikultural Access and equity ? (keadilan dan
asas multikultural) pemerintah memastikan agar program dan layanan pemerintah memenuhi kebutuhan seluruh
warga Australia, apapun latar belakang budaya dan bahasanya.
c.
Jalur-jalur mendapatkan kewarganegaraan memberikan kesempatan bagi
para migran baru untuk dapat menjadi peserta penuh dan aktif dalam masyarakat sipil.
d.
Pemerintah menyokong media multikultural yang kuat dan
beragam melalui radio, media cetak, media internet dan telivisi.
e.
Harmony day dibentuk pada tahun 1999
dan sekarang dirayakan oleh ribuan warga Australia setiap tahunnya, untuk
menyebarkan pesan ketercakupan, rasa hormat dan rasa memiliki kepada semua
orang.
f.
Australia multikultural council (dewan multikultural
Australia) bertindak sebagai badan penasihat inti yang memberikan nasehat bijaksana dan
independen kepada pemerintah.
Pendapat
yang sama diutarakan oleh Keith Banting. Menurut Banting, (2006) dalam
tulisannya bersama Kymlicka bahwa kebijakan multikultural yang mengakui
pluralitas budaya tidak akan mengerosi ataupun meruntuhkan entitas politik
negara. Studi empiris yang dilakukannya terhadap 21 negara di antaranya seperti
Australia, Austria, Belgia, Kanada, Denmark, Finlandia, Perancis, Jerman dan
sebagainya membuktikan bahwa negara-negara yang menerapkan kebijakan multikulturalisme
tetap stabil secara sosial, politik, ekonominya.
Penduduk Australia tidak menikmati keharmonisan dan kemakmuran mereka begitu
saja bersama-sama sebagai individu, kelompok, dan pada segala tingkat
pemerintahan secara bersama terus membangun komunitas-komunitas yang lebih
kuat, lebih bersatu padu dan makmur, dengan dipandu oleh nilai-nilai yang
Australia anut bersama dan arah-arah strategi. Sebagaimana tercermin dalam
Ideologi negara Australia adalah liberal yang mendasari pada nilai kebebasan
yang menjadi nilai politik yang utama. Liberal menghendaki adanya pertukaran
gagasan yang bebas, ekonomi pasar yang mendukung usaha pribumi yang relative
bebas, dan suatu pemerintahan yang transparan, dan menolak adanya pembatasan terhadap pemilikan
individu (Abrar, 2015, hlm. 15). Oleh karena liberalisme lebih lanjut menjadi dasar bagi tumbuhnya
kepitalisme. Pemahaman tentang ini sebenarnya dipengaruhi oleh eropa yang masuk
dan datang didalam Australia.
Sistem
pendidikan di australia tidak mengenal tidak naik kelas, karena selalu peserta
didik naik kelas dan tidak mencantumkan rangking dalam rapor siswa karena dalam rapor hanya tercantum
nilai siswa, komentar guru, dan deskripsi posisi nilai siswa terhadap rata-rata
kelas untuk setiap mata pelajaran. Untuk yang berprestasi, guru memberinya sertifikat
dan voucher. Sedangakn pemerintah Australia merumuskan tujuan pendidikan yang
dirumuskan dalam Melbourne Declaration yang dihasilkan semua menteri
pendidikan Australia baik dari pemerintah federal maupun pemerintah negara
bagian yaitu (1) mengembangkan kesetaraan dan keunggulan generasi muda
Australia dan (2) seluruh generasi muda Australia menjadi pembelajar yang
sukses, individu yang percaya diri dan kreatif, dan menjadi warga negara yang
aktif dan inspiratif (Abrar. 2015. hlm, 17). Untuk mencapai tujuan tersebut
maka kegiatan pembelajaran yang dikembangkan ialah Excursion, karena
sangat disukai oleh siswa, dalam penerapanya sekelompok siswa mengunjungi suatu
tempat sambil belajar. Tempat yang sering dijadikan objek pembelajaran ialah
sungai, universitas, taman-taman, perusahaan, gallery seni dan tempat penting
lainnya. Dengan demikian, pendidikan dapat menerapkan pemikiran dan nilai sebagai suatu yang
fundamental dalam pendidikan sebagaimana nilai multikultur yang diwacanakan
agar bisa diterapkan. Maka perlu kesadaran sebagai suatu konsekwensi bahwa setiap suku yang ada harus
dijadikan obejek kajian bagi para peserta didik.
Pada
negara Australia, pedoman kurikulum dibuat terpusat tetapi sekolah-sekolah
dapat mengadaptasikanya untuk memenuhi tuntutan dan kebutuhan lokal.
Kurikulum Australia disusun dalam rangka menyongsong dengan semboyan “Educating
Our Children to Succed in the 21th Century” (Mendidik anak Australia untuk
sukses di abad 21). Tentu hal ini sudah menjadi tekad pemerintah secara nasional
dan diaplikasikan oleh tiap daerah bagian dan tingkat lokal untuk menjadi orang yang sukses
dan dapat menghargai sesama. Bentuk dari pengahargaan itu tentu dengan
mempelajari nilai multikulturalisme. Dalam hal ini, karakteristik nilai (value)
yang dibangun melalui kurikulum Australia ialah:
a.
Mengejar pengetahuan dan komitmen untuk pencapaian potensi
- Penerimaan diri dan rasa hormat diri
- Menghormati dan kepedulian terhadap orang lain dan hak-hak mereka
- Sosial dan tanggung jawab sipil
- Tanggung jawab lingkungan (http://camincamin.blogspot.co.id).
Pelaksanaan
pendidikan multikultural di Australia mengalami perkembangan, yaitu dari
politik pasif ke arah asimilasi aktif (1945-1972). Pertama, Pendidikan untuk
kaum migran bersifat pasif, artinya anak kuam imigran menyesuaikan diri dengan
sistem pendidikan yang ada. Sehingga tahun 1970-an kurikulum masih terpusat,
hingga menyulitkan di dalam menyesuaikan dengan kebutuhan multietnis Australia.
Antara tahun 1972-1986 semua propinsi di Australia telah mengadopsi kebijakan
pendidikan multikultural, sehingga multikultural menjadi penting dan dapat merekat
persaudaraan antara bangsa yang ada di Australia.
Program
pendidikan multikultural antara lain berbentuk bahasa Inggris sebagai bahasa
kedua. Pendidikan “Community Language” yaitu bahasa yang digunakan di
dalam suatu masyarakat tertentu. Segi ekonomi dalam pendidikan multikultural
(1986-1993), yaitu adanya bantuan dana dan masuknya Asian Studiens Program yang
berisi bahasa Asia an kebudayaannya. Pelajaran bahasa Indonesia sudah
dimasukkan di dalam kurikulum sekolah dasar sampai Universitas. Dewasa ini, hampir semua sekolah di
Australia telah melaksanakan pendidikan Multikultural, karena pendidikan
multikultural di Australia memiliki
tujuan sebagaimana dalam tulisan Sutarno, (2017, hlm. 12) berikut ini;
a.
Mengerti dan menghargai bahwa Australia pada hakekatnya adalah
masyarakat multibudaya dalam sejarah, baik sebelum maupun sesudah kolonisasi
bangsa Eropa.
b.
Membina kesadaran dari berbagai latar belakang kebudayaan untuk
berkontribusi membangun Australia.
c.
Pengertian antara budaya melalui kajian-kajian tentang tingkah
laku, kepercayaan, nilai-nilai yang berkaitan dengan multikulturalisme.
d.
Tingkah laku yang memperkuat keselarasan antar etnis.
e.
Memperluas kesadaran sebagai seseorang yang mempunyai identitas
nasional Australia, tetapi juga akan indentitas yang spesifik di dalam
masyarakat Multi budaya Australia.
Identitas Australia telah dibentuk dari warisan masyarakat
Australia, kebudayaan masyarakat Australia yang khas dan jiwa wiraswasta bangsa
Australia (Australia kini, 2017:43). Pendidikan multikultural di negara maju seperti Australia bertujuan
untuk menanggulangi persoalan perbedaan ras, budaya, serta agama sehingga tidak
terjadi perpecahan antar warga. Sebagaimana yang sudah dijelaskan sebelumnya.
Australia memiliki program-program yang sangat mendukung terlaksananya
pendidikan multikulturalisme, karena bisa dipastikan bahwa pendidikan multikultur sudah terpatri
dalam pendidikan di Autralia yang menginginkan masyarakatnya menjadi masyarakat aman, tentram, damai, dan sentosa dalam satu bingkai kekuasaan
pemerintah.
C. Analisis
Berdasarkan uraian diatas, penulis akan menganalisis perkembangan dari pendidikan
multikultural yang sudah dilaksanakan atau diterapkan oleh pemerintah
Australia. Membaca sejarah dari Australia memberikan gambaran kehidupan awal
masyarakat Aborigin yang memiliki kepercayaan alam magis yang abadi. Kaum
Aborigin percaya, para leluhur totem membentuk seluruh aspek kehidupan saat
Masa impian penciptaan dunia. Para leluhur roh ini dipercaya
senantiasa menghubungkan fenomena alam, masa lalu, masa kini, dan masa depan
melalui semua aspek. Ciri khas budaya, yang sudah
sejak lama mendiami wilayah Austaralia yang dikenal dengan masyarakat atau suku
Aborigin dan Torres dan suku yang lainnya dengan kebiasaannya sehari-hari berburu dan
meramu, menjadikan mereka bertahan pada seleksi alam. Keadaan yang demikian
berbalik arah, ketika para imigran dari Inggris, eropa berdatangan sebagai
orang-orang yang dihukum, narapidana, pembangkang politik, dan pembawa virus
dari Inggris, yang dibawahi oleh Kapten Arthur Philip. Kemudian era berikutnya berdatangan
para pekerja yang dipelopori oleh adanya emas yang melimpah di New South Wales dan Victoria. Keadaan ini menjadikan awal keadaan
masyarakat mulai bersingungan,
adanya ketidaksepahaman dan ketidaksamaan membuat suatu kelompok melakukan legitimasi secara hukum.
Keberadaan para imigran ini memberikan suatu warna baru, karena mereka membawa
kebiasaan yang berbeda dari kebiasaan masyarakat asli. Proses yang panjang
menyebabkan ketidak adilan terjadi terhadap masyarakat asli, sehingga
mengakibatkan masyarakat tersingkirkan, dan terpingirkan.
Ketika itu, keadaan masyarakat asli yang tidak berkompeten, tidak
memiliki pemahaman teknologi, maupun ilmu pemerintahan. Menyebabkan pemerintahan dikuasai oleh orang
yang kulit putih, atau para imigran asing. Menjadikan masyarakat asli Aborigin
tidak memiliki nilai tawar, karena mereka tidak memiliki pengetahuan yang
memumpuni dalam bidang politik, ekonomi, sosial, dan teknologi. Sungguh ironi,
dengan keadaan yang demikian, maka para suku asli ini tertinggal jauh, apalagi
dalam ranah pendidikan, karena pada saat itu, yang menguasai adalah para imigran Inggris, maka bahasa nasional menjadi bahasa
Inggris. Hal ini juga membatasi hubungan sosial antara orang Aborigin dengan
masyarakat asing, sehingga para suku asli Aborigin harus beradaptasi dengan
mengunakan bahasa yang belum mereka kenal sebelumnya. Mereka perlu belajar dengan
keras, untuk dapat mengenyam pendidikan harus bisa bahasa Inggris, begutupun
dalam bekerja.
Penderitaan ini masih dirasakan sampai tahun 2007 oleh suku asli
Australia (Aborigin) karena mereka diperlakukan tidak layaknya sebagai masyarakat yang memiliki
hak pada tanah kelahiran, mereka tidak diberi hak hukum dalam kepemilikian
tanah, mereka diperangi
hingga menyebabkan berjatuhnya korban jiwa yang sangat banyak,
menyebabkan populasi suku Aborigin berkurang, anak mereka diperkosa, tidak
diberikan hak yang layak, apalagi terjadi perkawinan campuran hingga anak mereka dibawa paksa
oleh para penduduk Asing. Sampai-sampai mereka bisa dikatakan kotor dihadapan
para penguasa. Diskriminasi yang mereka rasakan sangat pahit, sepahit kopi.
Keadaan yang memprihatinkan ini menjadikan suatu dasar lahirnya suatu persamaan
hak, baik dalam dunia pendidikan
maupun pekerjaan, tentu sebenarnya sangat berat perjuangan dalam
persamaan hak ini, tapi dengan lahirnya suatu wacana pemerintah yang ingin
menerapkan pendidikan multikultural, maka bagi para suku Aborigin ini adalah
surga yang tidak diduga.
Keadaan penduduk Aborigin dan Salat Torres merupakan suatu keadaan
yang sangat minoritas, melihat kenyataan dari hasil sensus 2011 saja ternyata masyarakat Aborigin Australia hanya
sekitar 20%, sedangkan para pendatang presentasenya
sangat banyak. Menempati posisi teratas, sehingga menjadikan masyarakat asli
Australia berada
pada posisi yang minoritas, harus patut dan tunduk. Ada usaha yang mereka
lakukan untuk memperjuangkan hak, walaupun dengan kondisi yang sangat minor untuk bisa terbebas
dari ketertindasan, akan
tetapi hadirnya pendidikan multikultur ini sebagai angin segar bagi mereka dalam sebuah hidup yang sejahtera,
yang bebas dari berbagai macam penindasan serta eksploitasi.
Pendidikan multikultur menjadi harapan baru yang membuka jendela bagi para
orang Aborigin untuk hidup dan
berpendidikan ditanah kelahiranya. Pendidikan yang diharapkan
sangat mereka nantikan, baik formal mapun informal. Sebagai negara yang maju
maka masyarakat diberikan hak yang wajar dan dijamin aman, yang terpenting masyarakat mau bersekolah, karena pendidikan
adalah hak bagi setiap warga Australia. Pendidikan adalah belajar seumur hidup, juga melibatkan partisipasi dalam masyarakat Australia, dan yang paling khusus adalah sebagai wadah untuk mencapai kesuksesan
dalam segala bidang. Termasuk pendidikan
multikultural.
Daftar Pustaka
Abrar, (2015). Kurikulum sejarah jenjang SMA: Sebuah
Perbandingan Indonesia Australia. Jurnal pendidikan sejarah. vol. 4 No. 1
januari.
Australia kini, (2017). Australia merupakan Salah Satu Daratan
Raksasa yang Tertua di Dunia. Australia Negara Terbesar Keenam di Dunia.
Diunduh dari http///www.google.com Pada Tanggal 02 Bulan 10 Tahun 2017.
Chomsky, N, (2008). Neoimperialisme Amerika Serikat (Vol. I).
(D. Yanuardy, Penyunt., & E. P. Darmawan, Penerjemah.) Yogyakarta: Resist
Book.
City of Sydney, (2009). Strategi Keanekaragaman Budaya 2008-2011.
Pemilik: Manajer, perencanaan sosial, akses dan pengembangan masyarakat
Collins, Jock, (1991). Migrant Hands in a Distant Land.
Australia’s Post ar Immigration New South Wales: Southwood Press.
Keith Banting and Will Kymlicka, (2006). Multiculturalism and the
welfare state: recognition and redistribution in contemporary democracies.
Oxford university press.
Kompas, (2009). 200 Tahun Tragedy Aborigin.
Mahfud, (2011). Pendidikan Multikultural. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Rifa’I, A, (2015). Pendidikan Islam dan Bahasa Arab
Multikultural di Madrasah. Jurnal Empirisma. Vol, 24. No, 2
Juni.
Russel ward, (1987). Autralia since coming of man, Sydney:
university of new England.
Sutarno, (2017). Karakteristik pendidikan Multikultural di
berbagai negara. Artikel, diambil pada halaman. https://www.google.com. Pada tanggal 2 bulan 11 tahun 2017.
Turnbull, (2017). Multicultural Australia United, Strong,
Successful - Autralia’s multicultural Statement. Australian Government.
Http://indonesia.embassy.gov.au. Kedutaan besar Australia. Pada tanggal 27-10-2017.
Http://pandri-16.blogspot.co.id/2012/09. sejarah awal berdirinya Australia. Pada Tanggal 2 Bulan
10 Tahun 2017.
Http://Poskotanews.Com. Australia Ajak Warganya Lebih Sering Bersepeda ke Tempat
Kerja. Pada tanggal 27-10-2017.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar