HISTORIOGRAFI
POSMODERNISME
Disusun
untuk memenuhi tugas kuliah Prof. Helius Sjamsuddinoleh:
1. Rika Maria
2. Faidin
I. PENGERTIAN
POSTMODERNISME
Postmodernisme
berasal dari dua kata post dan modern, post dapat diartikan “pasca” atau
“setelah” juga bisa diartikan “tidak”. Modern merujuk pada berfikir
modern yang bercirikan rasionalisme dan logisme, maka postmodernisme gaya
berfikir yang lahir sebagai reaksi terhadap pikiran modernisme yang dianggap
mengalami banyak kekurangan dan menyebabkab berbagai masalah kemanusian (Nurani
Soyomukti, 2010: 454). Modern juga
ada yang mengidentifikasikan sebagai teori kritis yang mengacu pada
berbagai bidang pemasaran, dan bisnis maupun penafsiran sejarah, hukum,
budaya dan agama yang muncul pada akhir abad 20 dan awal abad 21.
Pengertian
postmodernisme yang lain dikemukakan oleh Nanang Martono (2011:112), post
modernisme menunjuk pada suatu epos sejarah baru, produk budaya baru, serta
tipe teori baru yang menjelaskan dunia sosial. Teori postmodern menunjuk
pada sebuah tipe teori yang sangat berbeda mengenai teori-teori yang
menggambarkan realitas manusia modern. Lebih jauh Bambang Sugiharto
(1996: 30) berpendapat bahawa postmodern adalah gerakan yang hendak merevisi
paradigma modern, yang menghasilkan pemikiran pemikiran yang beragam : pertama
adalah pemikiran-pemikiran yang dalam rangka merevisi kemodernan itu yang
cenderung ke pola pikir pra modern. Kedua terkait erat dengan dunia sastra dan
banyak berurusaan dengan persoalan linguistik. Ketiga adalah segala pemikiran
yang hendak merevisi modernisme, tidak dengan menolak modernisme itu secara
total, melainkan dengan memperbaharui premis-premis modern.
Teori
postmodern banyak mengkritik atas realitas manusia modern yang terlalu rasional
dalam persepsi mereka. Post modern mengkritik masyarakat modern yang gagal
memenuhi janjinya yang diharapkan membawa kemajuan dan harapan bagi manusia
dimasa depan, post modern juga menolak kecenderungan dunia modern yang
meletakan batas-batas antara hal-hal tertentu
seperti disiplin akademis, budaya dan kehidupan, fiksi dan teori , citra dan
realitas (Nanang Martono , 2011;113).
Tiga tokoh teori postmodern yang
cukup berpengaruh adalah Michel Foucalt,Jean Francois Lyotard, Jean
Baudrillard, Jacques Derrida dan Friedrich Nietzsche.
1.
Michel Foucalt (1926 – 1984)
Foucalt lahir di Poiters
Perancis,tanggal 15 Oktober 1926. Ia kuliah dijurusan filsafat di Universitas
Sorbonne. Dalam pandangannya modernisasi dan globalisasi berada di bawah
pengawasan kekuasaan, yang disebut dengan relasi kekuasaan.
2.
Jean Francois Lyotard (1924-1998)
Lahir di Versailles, mengajar filsafat
di Universitas Paris (Saint Denis). Lyotard menentang adanya narasi-narasi
besar (metanarasi), kebebasan dan
kemajuan hanya permainan bahasa.
3.
Jean Baudrillard (1929 - 2007)
Ia adalah seorang sosiolog Perancis
lahir di Reims tanggal 20 Juni 1929. Baudrillard melihat gejala globalisasi
yang semakin marak, perkembangan globalisasi ini dikawal oleh paham kapitalisme
yang memanfaatkan momen globalisasi untuk memperluas pangsa pasar kapitalisme.
Realiats masyarakat modern sebagai masyarakat konsumtif.
4.
Jacques Derrida (1930—2004)
Ia lahir di Aljazair apada tahun
1930. Derrida adalah pencetus filsafat dekonstruksi.
5.
Friedrich Nietzsche
Filsuf Jerman (1844-1900), Ia memiliki
logika filsafat bahwa: jika kehendak untuk berkuasa itu segalanya ini merupakan
baguan penting dari bukunya The Will to Power. Ia
juga mengkritik filsafat karena medewakan rasio dan mengabaikan emosi
mengabaikan emosi sebagai makhluk manusiawi (Kevin O’Donnel, 2009:12).
Kaum postmodernis sangat peduli pada problema-problema dan pemecahan masalah,
namun mereka lebih condong melihat masalah tersebut sebagai kesempatan untuk
mengadili hidup sepenuhnya. Masalah yang ada tidak dipandang sebagai kesulitan
yang harus dihadapi dan diselesaikan. Postmodern juga dipandang mempunyai
kemampuan untuk mendekonstruksi dalam arti mengandung kemungkinan bahwa kita
dapat mengkritik, mengubahnya, agar membuka institusi yang bersangkutan bagi
masa depannya (Jacques Derrida dalam Post Modernisme , Kevin O’Donnel
2009:105).
Postmodernis menolak adanya narasi besar, mereka menganut yang lokal dan dan
partikular, mereka berpandangan tidak ada sistem yang sempurna, karenanya akan
berusaha untuk terus menerus mencari dan berusaha untuk memperbaiki.
Postmodernis juga memandang kebenaran itu relatif tergantung pada individu
masing-masing, bahkan untuk pandangan yang paling ekstrim memandang bahwa tidak
ada kebenaran.
2.
HISTORIONGRAFI POST MODERN.
A.
Latar Belakang Historiografi Posmodernisme
Istilah
postmodernisme diketahui muncul ketika seorang filsuf jerman, Rudolf
Pannwitz mengunakan istilah itu untuk menangkap adanya gejala Nihilisme
kebudayaan barat modern pada tahun 1917. Kemudian muncul untuk pertama kalinya
di wilayah seni. Menurut Hassan dan Jencks istilah postmodern pertama kali
dipake oleh Federico de onis pada tahun 1930-an dalam karyanya, antologia de lapoesia
Espanola a hispanoamericana, untuk menunjukkan reaksi yang muncul dari
dalam modernisme. Sedangkan
dibidang historiografi atau penulisan sejarah di kenalkan oleh Arnold Toynbee
dalam karyanya A
Study of history (1947). Istilah itu merupakan kategori yang menjelaskan
siklus sejarah yang dimulai sejak tahun 1875 dengan berakhirnya dominasi barat,
surutnya individualisme,
kapitalisme, dan kristianitas. Serta kebangkitan kembali kekuatan budaya
non-barat (Sugiharto, 1996:24-25).
Siklus
sejarah yang dimaksud oleh Toynbee adalah sejarah itu berulang polanya. Dalam
arti adanya kesamaan antara sejarah yunani dan romawi kuno dengan masa
sekarang. Karna Toynbee dalam penulisanya lebih menekankan peran manusia yang
memiliki kekuatan untuk mengubah perjalanan masa depan dan tetap menjaga
peradaban dari kehancuran, tujuan akhir dari sejarah menurutnya adalah tercipta
masyarakat humanis kultural. Munculnya pemikiran Toynbee atas dasar dia mengkritisi tulisan sejarawan Oswald Spengler yang lahir di
blankenbarg Jerman tengah yang dalam karyanya (decline of the west)
artinya keruntuhan dunia barat
yang diterbitkan pada 1918. Berpendapat bahwa setiap peradaban besar mengalami
proses kelahiran, pertumbuhan dan keruntuhan dalam kurun waktu seribu tahun,
dan mengangap gerakan sejarah ditentukan oleh hukum alam bukan manusia. Tangapan Toynbee tentang persoalan
timbul dan tengelamnya peradaban dengan teorinya (challenge and
response) tantangan dan tanggapan/jawaban. Bahwa hubungan itu dapat terjadi
antara manusia dan alam atau antara manusia dengan manusia (http:googleweblight.com).
Pandangan
postmodern itu pada awalnya mengambarkan semangat jaman yang mencakup dunia
filsafat, akan tetapi perkembanganya merambah kepada bidang yang lebih luas salah satunya ialah sejarah. Merupakan perkembangan yang
sangat luar biasa karena pada dasarnya postmo menolak pikiran universal (universal truth)
yang mencari metanarrative
(narasi besar) atau garand
theory pikiran-pikiran dasar modernisme seperti standarisasi yang sifatnya
universal, dan teori-teori besar, kebenaran yang tunggal ditolak, digantikan
dengan penjelasan-penjelasan mikro dan keragu-raguan. Sifat universal diganti
dengan sesuatu yang lokal, teori besar diganti dengan teori yang spesifik,
kebenaran yang tungal diganti dengan kebenaran yang beragam. Semua penolakan
itu mencerminkan tantangan postmodernisme kepada modernisme. Sedangkan (Adian, 2006). Menangkap hanya gejala (Nihilisme) suatu doktrin
yang mengatakan tak terdapat sesuatu yang ideal, sikap negatif terhadap
tradisi, dalam kebudayaan barat modern. Sikap kritis bercikal bakal pada filsuf
semacam Nietzsche, Rousseau, Schopenhauer yang menangapi modernisme dengan
penuh kecurigaan.
Sikap kritis terhadap modernisme tersebut
nantinya akan berkembang menjadi satu mainstream yang dinamakan posmodernisme. Karna postmodernisme
belajar untuk mengkontekstualisasi, mentoleransi relativisme, dan
menyadari selalu ada perbedaan (Sjamsudin 2007: 336-337).
B.
Konstruksi Utama Postmodernisme
Dalam
makalah ini akan dijelaskan tiga konstruksi utama mengenai postmodernisme
yang sudah disebut oleh (Helius Sjamsuddin, 2007, 335:336). Bahwa diantara tiga
poin tersebut adalah jaman, gaya (style) ,
dan filsafat.
a.
Zaman. Ide besar postmodernisme sebagai suatu jaman dibangun atas argumen
bahwa telah terjadi suatu pemisahan radikal dengan cenderung digunakan oleh
mereka inggin menggambarkan jaman yang menyusun modernitas, atau menganggap
postmodernisme sebagai bentuk “kapitalisme akhir”. Artinya bahwa postmodernisme
memisahkan diri dengan modernitas, walaupun tidak secara total hanya saja
merevisi padangan modernitas dengan memperbarui premis-premis yang ada untuk
mencapai tujuan posmodernitas.
Kapitalisme
akhir yang dimaksud adalah matinya wacana kapitalis (liberalisme, persaingan
bebas, demokrasi liberal), dengan alasan bahwa semua itu telah melahirkan
konstruksi manusia sebagai obyek yang mati dalam realitas kehidupannya.
Sehingga menjauhkan manusia dari humanismenya itu sendiri (Muhlisin,2011:8).
Artinya bahwa kehadiran postmodern sebagai zaman tentu menginginkan manusia
sadar dengan nilai humanisnya sendiri.
b.
Gaya minat terhadap pemikiran postmodern
dapat dirunut dengan munculnya pada tahun 1960an dan 1970an gaya-gaya baru yang
manifestasinnya dalam berbagai bentuk: teori dan kritik sastra, bahasa, seni,
filsafat, berbagai kegiatan artistik seperti perencanaan dan desain kota,
desain grafik, lukisan, fotografi, arsitektur, musik, juga berbagai gaya hidup, kemudian
merambah ke ilmu-ilmu sosial dan penelitiannya seperti ilmu politik,
antropologi, geografi, sosiologi, ekonomi, pendidikan, dan sejarah. semula
berawal dari arsitektur yang meninggalkan gaya-gaya modern dan mengambil bentuk
yang secara acak mengaduk-aduk tipe-tipe pola dasar arsitektur modern, dan
mengkombinasikannya dalam suatu gaya campuran dengan ikon-ikon gaya sebelumnya.
Postmodernisme
juga dimengerti sebagai gaya kebudayaan yang merefleksikan sesuatu dalam
perubahan jaman ini ke dalam suatu seni yang diwarnai oleh ketakmendalaman,
ketakterpusatan, ketakberdasaran, seni yang self-reflexive,
penuh permainan, ekletik, serta pluralistik. Seni semacam ini mengaburkan batas
antara budaya ‘tinggi’ dan budaya ‘pop’, antara seni dan hidup harian
(Muhlisin, 2011:9). Ini sebagai aspek yang menjadi persoalan-persoalan dalam
membangun wacana diskusi posmedernisme.
c.
Filsafat. Kaitannya dengan postmodernisme, sebagai suatu filsafat. Sebenarnya
filsafat postmodernisme merupakan suatu kritikan yang radikal terhadap filsafat
barat. Ia mencakup gerakan-gerakan yang termasuk post-strukturalisme,
dekonstruksi, multikulturalisme, neo-relativisme, neo-marxisme, dan
kajian-kajian gender. Ia muncul mula-mula tahun 1950an sebagai suatu penolakan
terhadap doktrin-doktrin seperti positivism yang telah dominan sejak rene
Descartes (Cartesian). Filsafat postmodern telah digunakan oleh ahli-ahli
teori kritik untuk menegaskan bahwa postmodernisme adalah suatu pemisahan dari
tradisi artistik dan
filosofis jaman pencerahan (enlightenment,
aufklarung) mereka tandai modernism telah melakukan pencarian suatu sistim
yang lebih besar dan universal dalam estetika, etika, dan pengetahuan.
Sebaliknya filsafat postmodern menggunakan berbagai macam pendekatan untuk mengkritik pikiran barat semacam itu
termasuk historisme, dan teori psikoanalisis.
Filsafat
postmodern merupakan suatu revolusi terhadap rasionalitas dari modernism, suatu
serangan sengaja terhadap karakter fundamental dari banyak pikiran modern.
Ahli-ahli filsafat postmodern menolak pikiran tentang kebenaran universal (universal truth)
yang mencari metanarrative
atau grand
theory. (kerangka-kerang teoritis besar untuk menjelaskan makna segala
sesuatu) mereka menolak otoritas yang secara implicit atau eksplisit mendukung
hak istimewa dari suatu teori yang lain. Klaim hegemoni semacam itu, menurut
postmodenis, tidak dapat diterima. Postmodernisme melemahkan kepercayaan
modernis bahwa teori dapat mencermikan realitas. Mereka mengantikannya dengan
suatu titik pandang parsial dan relatifistik dengan menekankan ketidakpastian
dan dasar menengahi dalam pembangunan teori. Meta-meta teori dan
pikiran-pikiran mendasar modernism ditolak diganti dengan penjelasan-penjelasan
mikro dan keraguan-raguan. Lebih dari kebanyakan pemikir, para postmodernis
belajar mengkontekstualisasi, mentoleransi relatifisme, dan menyadari selalu
ada perbedaan (Sjamsuddin, 2007: 337).
C.
Peranan Postmodern Pada Historiografi
Sejarah lahirnya postmodernisme adalah
akibat kemunduran dari dominasi barat. Kita harus merefleksi bagaimana
Historiografi megalami proses overproduksi yang mengakibatkan tulisan sejarah
banyak tidak erijinal, pada tahun 1990-an historiografi barat mengalami
fenomena kelimpahan ruahan produksi buku dan artikel sejarah, yang menimbulkan
kesulitan bagi usaha untuk menyusun suatu karya sejarah yang komprehensif.
Overproduksi historiografi telah
menunai hasil yang tidak diharapkan, muncul perbedaan dalam penulisan sejarah
di satu pihak lebih mementingkan interpretasi mengenai tokoh ketimbang karya
itu sendiri dan dilain pihak bukti dipandang bersifat multi interpretabilitas.
Benar apa yang pernah diprihatinkan oleh Nietzsche bahwa historiografi akan
mengaburkan pandangan mengenai masa lalu. Romein seorang sejarawan belanda mencerminkan
bahwa overproduksi itu terjadi karna kecenderungan kearah spesialisasi. Para
sejarawan mazhab annales. Mencurahkan perhatian pada penemuan objek-objek baru
bagi penyelidikan masa lalu dengan strategi ini diinginkan perubahan sejarah
dalam keadaan murni. Akan tetapi usaha tersebut sekedar pelipulara semata.
Karena lahir sejarawan baru yang mengusung topik-topik baru sehingga menghasilkan interpretasi yang
menumbangkan (Slamet Subekti, 2016).
Pandangan posmodernisme cukup
mengesankan bahwa historiografi senantiasa memiliki sisi posmodernisme. kriteria ilmu bagi postmodernis adalah
dekonstruksi Nietzsche terhadap kausalitas atau sebab akibat, yang dipandang
sebagai salah satu pilar terpenting dari pemikiran ilmiah. Dalam istilah
kausalitas, sebab adalah sumber dan akibat merupakan hal yang sekunder.
Berlawanan dengan itu Nietzsche menjelaskan bahwa pengamatan ditunjukkan
terlebih dahulu terhadap akibat (primer) baru kemudian diarahkan pada sebab
(sekunder). Membenturkan cara bicara kita mengenai realitas melawan proses
dalam realitas sendiri (Slamet Subekti).
Bagi para postmodenis,
kepastian-kepastian ilmiah yang disusun oleh para modernis merupakan aneka
macam variasi dari paradox pendusta. Menurut
postmodernisme ilmu bersifat tidak mapan, tujuan para posmodernisme untuk
menarik karpet dibawah kaki ilmu dan modernisme. Ilustrasi dari tesis
postmodernis dalam historiografi, bahwa interpretasi-interpretasi sejarah atas
masa lalu pertama-tama dapat dikenali melalui pertentangan dengan
interpretasi-interpretasi lainnya. Misalnya bagi seseorang yang hanya tau satu
interpretasi tetentang
perang dingin, ia tidak akan mengetahui seluruh interpretasi fenomena tersebut.
Oleh karna itu setiap pemahaman sejarah mempunyai sifat paradoksal secara
intrinsik. Hayden Whiten dalam karyanya metahistory memiliki
penalaran yang sama ketika menyifatkan bahwa semua penulisan sejarah sebagai
ironi secara fundamental. Historiografi merupakan bahasa sejarah yang memiliki opacity
(kegelapan) yang sama sebagaimana kita berhubungan dengan benda-benda dalam
realitas. Hayden White maupun Ricouer menjelaskan bahwa realitas masa
lalu harus dilihat sebagai sebuah teks yang dirumuskan dalam suatu bahasa asing
dengan dimensi leksikal, gramatikal, sintaktikal, dan semantik yang sama dengan teks lain (Slamet Subekti).
Perkembangan historiografi Indonesia
dalam pergulatan sejarah Historiografi Modern sudah lebih dulu berkembang di
barat. yang tentunya memahami historiografi modern selalu mementingkan
fakta. Pertanyaan yang muncul mengapa harus fakta yang penting? Sebab fakta
dapat menjadi kenyataan sejarah, yang selalu menjadi tolak ukur dalam memahami
maupun mempelajari sejarah, tampa ada fakta maka sejarah akan tumpang tindih.
Kalau kita membicarakan cerita sejarah berdasarkan pada fakta yang benar,
berarti kita telah menceritakan suatu kenyataan sejarah yang benar. Ada lagi
pertanyaan bagaimana ciri fakta yang dapat menjadi sesuatu kenyataan yang
benar? Salah satu cirri fakta yang benar adalah fakta-fakta yang diuraikan
dalam sumber yang masuk akal.
Berkembang pula hirtoriografi
tradisional untuk membedakan dengan historiongrafi modern agar tidak terjadi
tumpang tindih, historiografi tradisional adalah merupakan gambaran dari
pikiran masyarakat yang religio-magis. Karena pada
dasarnya historongrafi tradisional tidak terlalu mementingkan kebenaran fakta.
Sedangkan historografi modern sangat mementingkan fakta disinilah letak
perbedaanya dalam melihat perkembangan ilmu sejarah. (Mulyana Agus dan
Darmiasti, 2009,1:2).
Kemudian lahir tilisan-tulisan sejarah
yang Nederlansentris yang dipelopori oleh orang belanda. Yang pada saat itu ada
sebuah tim yang terdiri dari para sarjana ahli sejarah yang diketuai oleh Dr.
FW. Stapel yang melahirkan buku dengan judul geschiedenis van
nederlandsch indie (sejarah hindia belanda). Yang lebih menekankan peran
penjajah belanda di Indonesia. Kemudian penulisan sejarah nederlansentris
mendapa banyak kritikan, karna didalam buku tersebut tidak dapat menampilakan
peran bangsa Indonesia, sejak kemerdekaan bangsa Indonesia penulisan sejarah
yang Indonesia sentries telah muncul. Salah satu caranya merubah judul buku
sejarah menjadi sejarah indonesia.
Buku-buku yang ditulis oleh orang Indonesia pertama buku ajar yang ditulis
oleh Sanusi Pane yang berjudul Sejarah Indonesia
terdiri dari 4 jilid atas permintaan pihak jepang 1943-1944 dan dicetak ulang
1964. Yang isinya tidak tercantum sejarah pergerakan nasional. Baru ditambah
pada terbitan 1950. Selanjutnya Anwar Sanusi 1957 menulis buku sejarah
Indonesia untuk sekolah menegah sebanyak 3 jilid kemudian mucul tulisan lain
baik para guru salah satunya adalah tulisan Subantardjo, selanjutnya lahir buku
standar sejarah nasional terdiri 6 jilid, dengan Prof. Dr. Sartono Kartodirdjo
sebagai ketua. Pada saat itu memunculkan pertentangan, menurut Prof. Leirissa
2006 sebab utama pertentangan adalah masalah metodologis. Prof. Sartono.
Sebagai editor umum mengunakan pendekatan strukturalis sedangkan penulis lain
mengunakan pendekatan naratif/kisah. Yang menyebabkan konflik berkepanjangan.
Pada akhirnya prof. Sartono mengundurkan diri yang diikuti oleh penulis lain
termasuk dari LIPI. Setelah buku itu dicetak ulang tahun 1983-1984. Yang
menjadi editor umum hanya tercantum nama Prof. Dr. Nugroho Notosusanto dan
Prof. Dr. Marwati Djoened Poesponegoro (Magdalia Alfian,2011).
Setelah Prof. Nugroho meningal dunia
tahun 1958, menteri pendidikan dan kebudayaan yang baru, Prof. Dr. Fuad Hasan mengambil keputusan untuk tidak
lagi mengunakan buku sejarah nasional Indonesia dan tidak mencetak ulang buku
tersebut. Sebagai gantinya, setiap ahli sejrah, termasuk guru sejarah
dibolehkan menulis buku sejarah untuk digunakan di SMP dan SMA. Para ahli
sejarah diminta pengertiannya untuk tidak lagi meneruskan konflik mengenai buku
“standar” yang ada. Dengan demikian, perbedaan paham yang muncul sejak tahun
1970-an tersebut sudah mereda sampai sekarang (Leirissa, 2006).
Kemudian salah satu rekomendasi kongres
masyarakat sejarah Indonesia, saat itu tidak lagi mengunakan istilah seminar,
yang berlangsung dijakarta pada bulan November 2001 adalah menulis sejarah
Indonesia, dua editor umum (Prof. Dr. Taufik Abdullah dan Prof. Dr. A.B.
Lapian) buku tersebut terdiri 8 jilid ditulis oleh 700 orang .
Bambang Purwanto mengangap penulisan sejarah Indonesiasentries
membuat mitos-mitos baru sama halnya dengan penulisan Nederlansentries pada
masa kolonial yang memiliki perspektif hitam-putih bambang purwanto melabelkan
historiografi hari ini sebagai historiografi kambing hitam dan historiografi
oknum (Purwanto,2006).
E.
Kiritik Terhadap historiografi Postmodernisme
Kritik terhadap historiografi
postmodernisme yang selalu mementingkan interperasi yang beragam karna
tidak ada kebenaran yang universal katanya. Karna terlalu skeptis dengan
realita maka terjadi masalah dalam penulisan historiografi postmodern menurut
Sjamsuddin, 2007. Bahwa kritikanya mengenai penulisan sejarah pada jaman
postmodern adalah:
1. Terlalu mengutamakan relativisme
2. Tidak objektivisme dalam sejarah
3. Menimbulkan kekacauan dari pada manfaat
4. Tidak menghasilkan karya-karya sejarah yang berbobot
5. Terlalu rumit karna mengunkan eksplanasi, argument,
6. Sejarah tidak ilmiah dan diangap sebagai artifak sastra
(Sjamsuddin,
2007).
Kesimpulan
Penulisan
sejarah merupakan suatu penjelasan mengenai perkembangan manusia dari zaman
ke-zaman. Dalam penulisan sejarah kita melalui beberapa zaman dimulai dari
jaman yunani kuno, zaman abad pertengan, zaman modern dan zaman postmodern.
Secara sederhana definisi dari post-modern berasal dari dua kata post dan
modern. Post dapat diartikan pasca atau setelah juga bisa diartikan tidak. Bila
kita satukan maka akan berarti sebagai koreksi terhadap modern istu sendiri.
Sedangkan secara terminologi postmodern adalah gerakan yang hendak merevisi
paradigma modern, yang menghasilkan pemikiran pemikiran yang beragam.
Peranan historiografi postmodern
membangun wacana yang beragam mulai dari kritikan terhadap narasi besar (grand
teori), kebenaran universal (universal trut), kebenaran yang tungal, dan
fondasionalisme. Karna postmodern belajar mengkontekstualisasi, mentoleransi
relativisme, dan menyadari selalu ada perbedaan. Dan sebagi ilmu yang
mengritisi kontruktivisme maka postmodern melalui pemikiran Derrida melahirkan
ilmu dekonstruktivisme sebuah ajaran yang menyatakan bahwa semuanya
dikonstruksi oleh manusia, juga bahasa.
Daftar Pustaka
Adian, Donny Gahral,
2006. Percik
pemikiran kontemporer, sebuah pengantar komprehensif. Yokyakarta:
jalasutra.
Alfian, magdalia.
2011. Pendidikan sejarah dan permasalahan yang dihadapi, Jakarta: jurnal ilmiah
kependidikan.
Bambang, purwanto.
Post modernism dalam historiografi. Bandung: diambil hari kamis tanggal 15
September 2016. Pada http://specialpengetahuan.blogs.co.id.
-----------------------,
2006. Gagalnya historiografi Indonesiasentries, yokyakarta: ombak.
Bambang, Sugiharto,
1996. Postmodernisme
tantangan bagi filsafat. Yokyakarta: pustaka filsafat.
Helius Sjamsuddin,
2007. Metodologi sejarah. Yokyakarta: ombak.
Lechte, John. 2001.
50 Filsuf Kontemporer. Yogyakarta: Kanisius.
Leirissa, R.Z. 2006.
Masalah buku ajar, disampaikan pada mukernas pengajaran sejarah, yang diadakan
oleh direktorat nilai sejarah departemen kebudayaan dan pariwisata, Surabaya,
11-13 juli.
Nanang, Martono.
(2012). Sosiologi Perubahan Sosial. Perspektif Klasik, Modern, Posmodern, dan
Poskolonial. Jakarta: Rajawali Pers.
Nurani, Soyomukti. (2010).
Teori-Teori Pendidikan, Tradisional, (Neo) Liberal, Marxis-Sosialis, Postmoder.
Jakarta : Ar-Ruzz.
O’Donnell, Kevin.
2009. Postmodernisme. Yogyakarta: Kanisius.
--------------. 2009. Sejarah Ide-Ide. Yogyakarta: Kanisius.
Subekti, Slamet.
2016. Bagaimana menyikapi overproduksi historiografi dalam era postmodern:
pembelajaran dari perspektif F.R. Ankersmit untuk proyek diri keindonesiaan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar