Jumat, 20 Oktober 2017

HISTORIOGRAFI POSTMODERNNISME

HISTORIOGRAFI POSMODERNISME
Disusun untuk memenuhi tugas kuliah Prof. Helius Sjamsuddin
oleh:
1. Rika Maria
2. Faidin
I. PENGERTIAN POSTMODERNISME
Postmodernisme berasal dari dua kata post dan modern, post dapat diartikan “pasca” atau “setelah” juga bisa diartikan “tidak”. Modern  merujuk pada berfikir modern yang bercirikan rasionalisme dan logisme, maka postmodernisme gaya berfikir yang lahir sebagai reaksi terhadap pikiran modernisme yang dianggap mengalami banyak kekurangan dan menyebabkab berbagai masalah kemanusian (Nurani Soyomukti, 2010: 454).  Modern juga ada yang mengidentifikasikan sebagai  teori  kritis yang mengacu pada berbagai  bidang pemasaran, dan bisnis maupun penafsiran sejarah, hukum, budaya dan agama yang muncul pada akhir abad 20 dan awal abad 21.
Pengertian postmodernisme yang lain dikemukakan oleh Nanang Martono (2011:112), post modernisme menunjuk pada suatu epos sejarah baru, produk budaya baru, serta tipe teori baru yang menjelaskan dunia sosial.  Teori postmodern menunjuk pada sebuah tipe teori  yang sangat berbeda mengenai teori-teori yang menggambarkan realitas manusia modern. Lebih jauh Bambang Sugiharto  (1996: 30) berpendapat bahawa postmodern adalah gerakan yang hendak merevisi paradigma modern, yang menghasilkan pemikiran pemikiran yang beragam : pertama adalah pemikiran-pemikiran yang dalam rangka merevisi kemodernan itu yang cenderung ke pola pikir pra modern. Kedua terkait erat dengan dunia sastra dan banyak berurusaan dengan persoalan linguistik. Ketiga adalah segala pemikiran yang hendak merevisi modernisme, tidak dengan menolak modernisme itu secara total, melainkan dengan memperbaharui premis-premis modern.
Teori postmodern banyak mengkritik atas realitas manusia modern yang terlalu rasional dalam persepsi mereka. Post modern mengkritik masyarakat modern yang gagal memenuhi janjinya yang diharapkan membawa kemajuan dan harapan bagi manusia dimasa depan, post modern juga menolak kecenderungan dunia modern yang meletakan batas-batas antara hal-hal tertentu seperti disiplin akademis, budaya dan kehidupan, fiksi dan teori , citra dan realitas (Nanang Martono , 2011;113).
 Tiga tokoh teori postmodern yang cukup berpengaruh adalah   Michel Foucalt,Jean Francois Lyotard, Jean Baudrillard, Jacques Derrida dan Friedrich Nietzsche.
1.      Michel Foucalt  (1926 – 1984)
Foucalt lahir di Poiters Perancis,tanggal 15 Oktober 1926. Ia kuliah dijurusan filsafat di Universitas Sorbonne. Dalam pandangannya modernisasi dan globalisasi  berada di bawah pengawasan kekuasaan, yang disebut dengan relasi kekuasaan.
2.      Jean Francois Lyotard (1924-1998)
Lahir di Versailles, mengajar filsafat di Universitas Paris (Saint Denis). Lyotard menentang adanya narasi-narasi besar (metanarasi), kebebasan dan kemajuan hanya permainan bahasa.
3.      Jean Baudrillard  (1929 - 2007)
Ia adalah seorang sosiolog Perancis lahir di Reims tanggal 20 Juni 1929. Baudrillard melihat gejala globalisasi yang semakin marak, perkembangan globalisasi ini dikawal oleh paham kapitalisme yang memanfaatkan momen globalisasi untuk memperluas pangsa pasar kapitalisme. Realiats masyarakat modern sebagai masyarakat konsumtif.
4.      Jacques Derrida (1930—2004)
Ia  lahir di Aljazair apada tahun 1930. Derrida adalah pencetus filsafat dekonstruksi.
5.      Friedrich Nietzsche
Filsuf Jerman (1844-1900), Ia memiliki logika filsafat bahwa: jika kehendak untuk berkuasa itu segalanya ini merupakan baguan penting dari bukunya The Will to Power. Ia juga mengkritik filsafat karena medewakan rasio dan mengabaikan emosi mengabaikan emosi sebagai makhluk manusiawi (Kevin O’Donnel, 2009:12).
            Kaum postmodernis sangat peduli pada problema-problema dan pemecahan masalah, namun mereka lebih condong melihat masalah tersebut sebagai kesempatan untuk mengadili hidup sepenuhnya. Masalah yang ada tidak dipandang sebagai kesulitan yang harus dihadapi dan diselesaikan. Postmodern juga dipandang mempunyai kemampuan untuk mendekonstruksi dalam arti mengandung kemungkinan bahwa kita dapat mengkritik, mengubahnya, agar membuka institusi yang bersangkutan bagi masa depannya (Jacques Derrida dalam  Post Modernisme , Kevin O’Donnel 2009:105).
            Postmodernis menolak adanya narasi besar, mereka menganut yang lokal dan dan partikular, mereka berpandangan tidak ada sistem yang sempurna, karenanya akan berusaha untuk terus menerus mencari dan berusaha untuk memperbaiki. Postmodernis juga memandang kebenaran itu relatif tergantung pada individu masing-masing, bahkan untuk pandangan yang paling ekstrim memandang bahwa tidak ada kebenaran.
2. HISTORIONGRAFI POST MODERN.
A. Latar Belakang Historiografi Posmodernisme
Istilah postmodernisme diketahui muncul ketika seorang filsuf jerman, Rudolf Pannwitz mengunakan istilah itu untuk menangkap adanya gejala Nihilisme kebudayaan barat modern pada tahun 1917. Kemudian muncul untuk pertama kalinya di wilayah seni. Menurut Hassan dan Jencks istilah postmodern pertama kali dipake oleh Federico de onis pada tahun 1930-an dalam karyanya, antologia de lapoesia Espanola a hispanoamericana, untuk menunjukkan reaksi yang muncul dari dalam modernisme. Sedangkan dibidang historiografi atau penulisan sejarah di kenalkan oleh Arnold Toynbee dalam karyanya A Study of history (1947). Istilah itu merupakan kategori yang menjelaskan siklus sejarah yang dimulai sejak tahun 1875 dengan berakhirnya dominasi barat, surutnya individualisme, kapitalisme, dan kristianitas. Serta kebangkitan kembali kekuatan budaya non-barat (Sugiharto, 1996:24-25).
Siklus sejarah yang dimaksud oleh Toynbee adalah sejarah itu berulang polanya. Dalam arti adanya kesamaan antara sejarah yunani dan romawi kuno dengan masa sekarang. Karna Toynbee dalam penulisanya lebih menekankan peran manusia yang memiliki kekuatan untuk mengubah perjalanan masa depan dan tetap menjaga peradaban dari kehancuran, tujuan akhir dari sejarah menurutnya adalah tercipta masyarakat humanis kultural. Munculnya pemikiran Toynbee atas dasar dia mengkritisi tulisan sejarawan Oswald Spengler yang lahir di blankenbarg Jerman tengah yang dalam karyanya (decline of the west) artinya keruntuhan dunia barat yang diterbitkan pada 1918. Berpendapat bahwa setiap peradaban besar mengalami proses kelahiran, pertumbuhan dan keruntuhan dalam kurun waktu seribu tahun, dan mengangap gerakan sejarah ditentukan oleh hukum alam bukan manusia. Tangapan Toynbee tentang persoalan timbul dan tengelamnya peradaban dengan teorinya (challenge and response) tantangan dan tanggapan/jawaban. Bahwa hubungan itu dapat terjadi antara manusia dan alam atau antara manusia dengan manusia (http:googleweblight.com).
Pandangan postmodern itu pada awalnya mengambarkan semangat jaman yang mencakup dunia filsafat, akan tetapi perkembanganya merambah kepada bidang yang lebih luas salah satunya ialah sejarah. Merupakan perkembangan yang sangat luar biasa karena pada dasarnya postmo menolak pikiran universal (universal truth) yang mencari metanarrative (narasi besar) atau garand theory pikiran-pikiran dasar modernisme seperti standarisasi yang sifatnya universal, dan teori-teori besar, kebenaran yang tunggal ditolak, digantikan dengan penjelasan-penjelasan mikro dan keragu-raguan. Sifat universal diganti dengan sesuatu yang lokal, teori besar diganti dengan teori yang spesifik, kebenaran yang tungal diganti dengan kebenaran yang beragam. Semua penolakan itu mencerminkan tantangan postmodernisme kepada modernisme. Sedangkan (Adian, 2006). Menangkap hanya gejala (Nihilisme) suatu doktrin yang mengatakan tak terdapat sesuatu yang ideal, sikap negatif terhadap tradisi, dalam kebudayaan barat modern. Sikap kritis bercikal bakal pada filsuf semacam Nietzsche, Rousseau, Schopenhauer yang menangapi modernisme dengan penuh kecurigaan. Sikap kritis terhadap modernisme tersebut nantinya akan berkembang menjadi satu mainstream yang dinamakan posmodernisme. Karna postmodernisme belajar untuk  mengkontekstualisasi, mentoleransi relativisme, dan menyadari selalu ada perbedaan (Sjamsudin 2007: 336-337).
B. Konstruksi Utama Postmodernisme
Dalam makalah ini akan dijelaskan tiga konstruksi utama mengenai postmodernisme  yang sudah disebut oleh (Helius Sjamsuddin, 2007, 335:336). Bahwa diantara tiga poin tersebut adalah jaman, gaya (style)  , dan filsafat.
a.       Zaman. Ide besar postmodernisme sebagai suatu jaman dibangun atas argumen bahwa telah terjadi suatu pemisahan radikal dengan cenderung digunakan oleh mereka inggin menggambarkan jaman yang menyusun modernitas, atau menganggap postmodernisme sebagai bentuk “kapitalisme akhir”. Artinya bahwa postmodernisme memisahkan diri dengan modernitas, walaupun tidak secara total hanya saja merevisi padangan modernitas dengan memperbarui premis-premis yang ada untuk mencapai tujuan posmodernitas.
Kapitalisme akhir yang dimaksud adalah matinya wacana kapitalis (liberalisme, persaingan bebas, demokrasi liberal), dengan alasan bahwa semua itu telah melahirkan konstruksi manusia sebagai obyek yang mati dalam realitas kehidupannya. Sehingga menjauhkan manusia dari humanismenya itu sendiri (Muhlisin,2011:8). Artinya bahwa kehadiran postmodern sebagai zaman tentu menginginkan manusia sadar dengan nilai humanisnya sendiri.
b.      Gaya minat terhadap pemikiran postmodern dapat dirunut dengan munculnya pada tahun 1960an dan 1970an gaya-gaya baru yang manifestasinnya dalam berbagai bentuk: teori dan kritik sastra, bahasa, seni, filsafat, berbagai kegiatan artistik seperti perencanaan dan desain kota, desain grafik, lukisan, fotografi, arsitektur, musik, juga berbagai gaya hidup, kemudian merambah ke ilmu-ilmu sosial dan penelitiannya seperti ilmu politik, antropologi, geografi, sosiologi, ekonomi, pendidikan, dan sejarah. semula berawal dari arsitektur yang meninggalkan gaya-gaya modern dan mengambil bentuk yang secara acak mengaduk-aduk tipe-tipe pola dasar arsitektur modern, dan mengkombinasikannya dalam suatu gaya campuran dengan ikon-ikon gaya sebelumnya.
Postmodernisme juga dimengerti sebagai gaya kebudayaan yang merefleksikan sesuatu dalam perubahan jaman ini ke dalam suatu seni yang diwarnai oleh ketakmendalaman, ketakterpusatan, ketakberdasaran, seni yang self-reflexive, penuh permainan, ekletik, serta pluralistik. Seni semacam ini mengaburkan batas antara budaya ‘tinggi’ dan budaya ‘pop’, antara seni dan hidup harian (Muhlisin, 2011:9). Ini sebagai aspek yang menjadi persoalan-persoalan dalam membangun wacana diskusi posmedernisme.
c.       Filsafat. Kaitannya dengan postmodernisme, sebagai suatu filsafat. Sebenarnya filsafat postmodernisme merupakan suatu kritikan yang radikal terhadap filsafat barat. Ia mencakup gerakan-gerakan yang termasuk post-strukturalisme, dekonstruksi, multikulturalisme, neo-relativisme, neo-marxisme, dan kajian-kajian gender. Ia muncul mula-mula tahun 1950an sebagai suatu penolakan terhadap doktrin-doktrin seperti positivism yang telah dominan sejak rene Descartes (Cartesian). Filsafat postmodern telah digunakan oleh ahli-ahli  teori kritik untuk menegaskan bahwa postmodernisme adalah suatu pemisahan dari tradisi artistik dan filosofis jaman pencerahan (enlightenment, aufklarung) mereka tandai modernism telah melakukan pencarian suatu sistim yang lebih besar dan universal dalam estetika, etika, dan pengetahuan. Sebaliknya filsafat postmodern menggunakan berbagai macam pendekatan untuk mengkritik pikiran barat semacam itu termasuk historisme, dan teori psikoanalisis.
Filsafat postmodern merupakan suatu revolusi terhadap rasionalitas dari modernism, suatu serangan sengaja terhadap karakter fundamental dari banyak pikiran modern. Ahli-ahli filsafat postmodern menolak pikiran tentang kebenaran universal (universal truth) yang mencari metanarrative atau grand theory. (kerangka-kerang teoritis besar untuk menjelaskan makna segala sesuatu) mereka menolak otoritas yang secara implicit atau eksplisit mendukung hak istimewa dari suatu teori yang lain. Klaim hegemoni semacam itu, menurut postmodenis, tidak dapat diterima. Postmodernisme melemahkan kepercayaan modernis bahwa teori dapat mencermikan realitas. Mereka mengantikannya dengan suatu titik pandang parsial dan relatifistik dengan menekankan ketidakpastian dan dasar menengahi dalam pembangunan teori. Meta-meta teori dan pikiran-pikiran mendasar modernism ditolak diganti dengan penjelasan-penjelasan mikro dan keraguan-raguan. Lebih dari kebanyakan pemikir, para postmodernis belajar mengkontekstualisasi, mentoleransi relatifisme, dan menyadari selalu ada perbedaan (Sjamsuddin, 2007: 337).
C. Peranan Postmodern Pada Historiografi
Sejarah lahirnya postmodernisme adalah akibat kemunduran dari dominasi barat. Kita harus merefleksi bagaimana Historiografi megalami proses overproduksi yang mengakibatkan tulisan sejarah banyak tidak erijinal, pada tahun 1990-an historiografi barat mengalami fenomena kelimpahan ruahan produksi buku dan artikel sejarah, yang menimbulkan kesulitan bagi usaha untuk menyusun suatu karya sejarah yang komprehensif.
Overproduksi historiografi telah menunai hasil yang tidak diharapkan, muncul perbedaan dalam penulisan sejarah di satu pihak lebih mementingkan interpretasi mengenai tokoh ketimbang karya itu sendiri dan dilain pihak bukti dipandang bersifat multi interpretabilitas. Benar apa yang pernah diprihatinkan oleh Nietzsche bahwa historiografi akan mengaburkan pandangan mengenai masa lalu. Romein seorang sejarawan belanda mencerminkan bahwa overproduksi itu terjadi karna kecenderungan kearah spesialisasi. Para sejarawan mazhab annales. Mencurahkan perhatian pada penemuan objek-objek baru bagi penyelidikan masa lalu dengan strategi ini diinginkan perubahan sejarah dalam keadaan murni. Akan tetapi usaha tersebut sekedar pelipulara semata. Karena lahir sejarawan baru yang mengusung topik-topik baru sehingga menghasilkan interpretasi yang menumbangkan (Slamet Subekti, 2016).
Pandangan posmodernisme cukup mengesankan bahwa historiografi senantiasa memiliki sisi posmodernisme. kriteria ilmu bagi postmodernis adalah dekonstruksi Nietzsche terhadap kausalitas atau sebab akibat, yang dipandang sebagai salah satu pilar terpenting dari pemikiran ilmiah. Dalam istilah kausalitas, sebab adalah sumber dan akibat merupakan hal yang sekunder. Berlawanan dengan itu Nietzsche menjelaskan bahwa pengamatan ditunjukkan terlebih dahulu terhadap akibat (primer) baru kemudian diarahkan pada sebab (sekunder). Membenturkan cara bicara kita mengenai realitas melawan proses dalam realitas sendiri (Slamet Subekti).
Bagi para postmodenis, kepastian-kepastian ilmiah yang disusun oleh para modernis merupakan aneka macam variasi dari paradox pendusta. Menurut postmodernisme ilmu bersifat tidak mapan, tujuan para posmodernisme untuk menarik karpet dibawah kaki ilmu dan modernisme. Ilustrasi dari tesis postmodernis dalam historiografi, bahwa interpretasi-interpretasi sejarah atas masa lalu pertama-tama dapat dikenali melalui pertentangan dengan interpretasi-interpretasi lainnya. Misalnya bagi seseorang yang hanya tau satu interpretasi tetentang perang dingin, ia tidak akan mengetahui seluruh interpretasi fenomena tersebut. Oleh karna itu setiap pemahaman sejarah mempunyai sifat paradoksal secara intrinsik. Hayden Whiten dalam karyanya metahistory  memiliki penalaran yang sama ketika menyifatkan bahwa semua penulisan sejarah sebagai ironi secara fundamental. Historiografi merupakan bahasa sejarah yang memiliki opacity (kegelapan) yang sama sebagaimana kita berhubungan dengan benda-benda dalam realitas. Hayden White maupun Ricouer menjelaskan bahwa realitas masa lalu harus dilihat sebagai sebuah teks yang dirumuskan dalam suatu bahasa asing dengan dimensi leksikal, gramatikal, sintaktikal, dan semantik yang sama dengan teks lain (Slamet Subekti).
Perkembangan historiografi Indonesia dalam pergulatan sejarah Historiografi Modern sudah lebih dulu berkembang di barat. yang tentunya  memahami historiografi modern selalu mementingkan fakta. Pertanyaan yang muncul mengapa harus fakta yang penting? Sebab fakta dapat menjadi kenyataan sejarah, yang selalu menjadi tolak ukur dalam memahami maupun mempelajari sejarah, tampa ada fakta maka sejarah akan tumpang tindih. Kalau kita membicarakan cerita sejarah berdasarkan pada fakta yang benar, berarti kita telah menceritakan suatu kenyataan sejarah yang benar. Ada lagi pertanyaan bagaimana ciri fakta yang dapat menjadi sesuatu kenyataan yang benar? Salah satu cirri fakta yang benar adalah fakta-fakta yang diuraikan dalam sumber yang masuk akal.
Berkembang pula hirtoriografi tradisional untuk membedakan dengan historiongrafi modern agar tidak terjadi tumpang tindih, historiografi tradisional adalah merupakan gambaran dari pikiran masyarakat yang religio-magis. Karena pada dasarnya historongrafi tradisional tidak terlalu mementingkan kebenaran fakta. Sedangkan historografi modern sangat mementingkan fakta disinilah letak perbedaanya dalam melihat perkembangan ilmu sejarah. (Mulyana Agus dan Darmiasti, 2009,1:2).
Kemudian lahir tilisan-tulisan sejarah yang Nederlansentris yang dipelopori oleh orang belanda. Yang pada saat itu ada sebuah tim yang terdiri dari para sarjana ahli sejarah yang diketuai oleh Dr. FW. Stapel yang melahirkan buku dengan judul geschiedenis van nederlandsch indie (sejarah hindia belanda). Yang lebih menekankan peran penjajah belanda di Indonesia.  Kemudian penulisan sejarah nederlansentris mendapa banyak kritikan, karna didalam buku tersebut tidak dapat menampilakan peran bangsa Indonesia, sejak kemerdekaan bangsa Indonesia penulisan sejarah yang Indonesia sentries telah muncul. Salah satu caranya merubah judul buku sejarah menjadi sejarah indonesia.
Buku-buku yang ditulis oleh orang Indonesia pertama buku ajar yang ditulis oleh Sanusi Pane yang berjudul Sejarah Indonesia terdiri dari 4 jilid atas permintaan pihak jepang 1943-1944 dan dicetak ulang 1964. Yang isinya tidak tercantum sejarah pergerakan nasional. Baru ditambah pada terbitan 1950. Selanjutnya Anwar Sanusi 1957 menulis buku sejarah Indonesia untuk sekolah menegah sebanyak 3 jilid kemudian mucul tulisan lain baik para guru salah satunya adalah tulisan Subantardjo, selanjutnya lahir buku standar sejarah nasional terdiri 6 jilid, dengan Prof. Dr. Sartono Kartodirdjo sebagai ketua. Pada saat itu memunculkan pertentangan, menurut Prof. Leirissa 2006 sebab utama pertentangan adalah masalah metodologis. Prof. Sartono. Sebagai editor umum mengunakan pendekatan strukturalis sedangkan penulis lain mengunakan pendekatan naratif/kisah. Yang menyebabkan konflik berkepanjangan. Pada akhirnya prof. Sartono mengundurkan diri yang diikuti oleh penulis lain termasuk dari LIPI. Setelah buku itu dicetak ulang tahun 1983-1984. Yang menjadi editor umum hanya tercantum nama Prof. Dr. Nugroho Notosusanto dan Prof. Dr. Marwati Djoened Poesponegoro (Magdalia Alfian,2011).
Setelah Prof. Nugroho meningal dunia tahun 1958, menteri pendidikan dan kebudayaan yang baru, Prof. Dr. Fuad Hasan mengambil keputusan untuk tidak lagi mengunakan buku sejarah nasional Indonesia dan tidak mencetak ulang buku tersebut. Sebagai gantinya, setiap ahli sejrah, termasuk guru sejarah dibolehkan menulis buku sejarah untuk digunakan di SMP dan SMA. Para ahli sejarah diminta pengertiannya untuk tidak lagi meneruskan konflik mengenai buku “standar” yang ada. Dengan demikian, perbedaan paham yang muncul sejak tahun 1970-an tersebut sudah mereda sampai sekarang (Leirissa, 2006).
Kemudian salah satu rekomendasi kongres masyarakat sejarah Indonesia, saat itu tidak lagi mengunakan istilah seminar, yang berlangsung dijakarta pada bulan November 2001 adalah menulis sejarah Indonesia, dua editor umum (Prof. Dr. Taufik Abdullah dan Prof. Dr. A.B. Lapian) buku tersebut terdiri 8 jilid ditulis oleh 700 orang .
Bambang Purwanto mengangap penulisan sejarah Indonesiasentries membuat mitos-mitos baru sama halnya dengan penulisan Nederlansentries pada masa kolonial yang memiliki perspektif hitam-putih bambang purwanto melabelkan historiografi hari ini sebagai historiografi kambing hitam dan historiografi oknum (Purwanto,2006).
E. Kiritik Terhadap historiografi Postmodernisme
Kritik terhadap historiografi postmodernisme  yang selalu mementingkan interperasi yang beragam karna tidak ada kebenaran yang universal katanya. Karna terlalu skeptis dengan realita maka terjadi masalah dalam penulisan historiografi postmodern  menurut Sjamsuddin, 2007. Bahwa kritikanya mengenai penulisan sejarah pada jaman postmodern adalah:
1.      Terlalu mengutamakan relativisme
2.      Tidak objektivisme dalam sejarah
3.      Menimbulkan kekacauan dari pada manfaat
4.      Tidak menghasilkan karya-karya sejarah yang berbobot
5.      Terlalu rumit karna mengunkan eksplanasi, argument,
6.      Sejarah tidak ilmiah dan diangap sebagai artifak sastra
(Sjamsuddin, 2007).

Kesimpulan
Penulisan sejarah merupakan suatu penjelasan mengenai perkembangan manusia dari zaman ke-zaman. Dalam penulisan sejarah kita melalui beberapa zaman dimulai dari jaman yunani kuno, zaman abad pertengan, zaman modern dan zaman postmodern. Secara sederhana definisi dari post-modern berasal dari dua kata post dan modern. Post dapat diartikan pasca atau setelah juga bisa diartikan tidak. Bila kita satukan maka akan berarti sebagai koreksi terhadap modern istu sendiri. Sedangkan secara terminologi postmodern adalah gerakan yang hendak merevisi paradigma modern, yang menghasilkan pemikiran pemikiran yang beragam.
Peranan historiografi postmodern membangun wacana yang beragam mulai dari kritikan terhadap narasi besar (grand teori), kebenaran universal (universal trut), kebenaran yang tungal, dan fondasionalisme. Karna postmodern belajar mengkontekstualisasi, mentoleransi relativisme, dan menyadari selalu ada perbedaan. Dan sebagi ilmu yang mengritisi kontruktivisme maka postmodern melalui pemikiran Derrida melahirkan ilmu dekonstruktivisme sebuah ajaran yang menyatakan bahwa semuanya dikonstruksi oleh manusia, juga bahasa.

Daftar Pustaka
Adian, Donny Gahral, 2006. Percik pemikiran kontemporer, sebuah pengantar komprehensif. Yokyakarta: jalasutra.
Alfian, magdalia. 2011. Pendidikan sejarah dan permasalahan yang dihadapi, Jakarta: jurnal ilmiah kependidikan.
Bambang, purwanto. Post modernism dalam historiografi. Bandung: diambil hari kamis tanggal 15 September 2016. Pada http://specialpengetahuan.blogs.co.id.
-----------------------, 2006. Gagalnya historiografi Indonesiasentries, yokyakarta: ombak.  
Bambang, Sugiharto, 1996. Postmodernisme tantangan bagi filsafat. Yokyakarta: pustaka filsafat.
Helius Sjamsuddin, 2007. Metodologi sejarah. Yokyakarta: ombak.
Lechte, John. 2001. 50 Filsuf Kontemporer. Yogyakarta: Kanisius.
Leirissa, R.Z. 2006. Masalah buku ajar, disampaikan pada mukernas pengajaran sejarah, yang diadakan oleh direktorat nilai sejarah departemen kebudayaan dan pariwisata, Surabaya, 11-13 juli.
Nanang, Martono. (2012). Sosiologi Perubahan Sosial. Perspektif Klasik, Modern, Posmodern, dan Poskolonial. Jakarta: Rajawali Pers.
Nurani, Soyomukti. (2010). Teori-Teori Pendidikan, Tradisional, (Neo) Liberal, Marxis-Sosialis, Postmoder. Jakarta : Ar-Ruzz.
O’Donnell, Kevin. 2009. Postmodernisme. Yogyakarta: Kanisius.
--------------. 2009. Sejarah Ide-Ide. Yogyakarta: Kanisius.
Subekti, Slamet. 2016. Bagaimana menyikapi overproduksi historiografi dalam era postmodern: pembelajaran dari perspektif F.R. Ankersmit untuk proyek diri keindonesiaan


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pendidikan Kesadaran

 Pendidikan Kesadaran Pendidikan adalah bagian penting untuk menyelamatkan bangsa Indonesia sebagai sebuah bangsa yang utuh dan berkembang, ...