SUMPAH PEMUDA
Sejarah bangsa Indonesia, tidak terlepas dari adanya perjuangan dalam satu tekat dan tujuan, membicarakan sumpah pemuda tidak kemudian melupakan manifesto politik 1925 sebagai prolog dari Belanda, manifesto ini diperjuangkan oleh para tokoh bangsa yang diantaranya, Muhammad Hatta, Nazir, Pamuntjak, Achmad Soebarjo, Soekiman Wirjosandjojo ialah mereka yang memulai Indonesia diusia yang sangat muda kala itu.
Perjuangan mereka yang berada pada lokalitas yang sangat berbeda dengan Indonesia yang serba berkecamuk. Kala itu, ketika mereka berada disana seakan ada lagit baru yang terbuka diatas kepala. Perjuangan mereka dengan organisasi indische vereniging, membuah-kan hasil yang sangat signifikan dan melalui proses panjang kemudian berubah menjadi Indonesisch Verenigig. Ketika itu istilah “Indonesier” dan kata sifat “Indonesich” sudah tenar oleh pemprakarsa politik etis seperti Profesor Van Vollenheven. Namun kata Indonesia kemudian menjadi tanah air adalah ciptaan Indonesisch Vereniging, kata Hatta, dalam memoir yang disepakati, pada majalah 16 halaman seharga 2,5 Gulden. Tidak dicantumkan nama penulis agar menjadi tulisan dengan kesepakatan bersama, Hatta menulis.
Penerbitan Hindia Poetra itu kemudian menjadi “praktek” manjur bagi para intelektual muda itu menyebarkan ide-ide antikolonial. Indonesische mulai menyebarkan ide non-kooperasi, artinya berjuang swadaya. Hatta sebagai aggota perhimpunan dikirim ke Biervielle, Prancis, dalam kongres Demokrasi Internasional. Di dalam sidang tersebut Hatta berjuang untuk mengatikan istilah “Hindia Belanda” dengan “Indonesia”.
Kemudian pada salah satu edisi Indonesia merdeka kala itu, muncul apa yang disebut sebagai Manifesto Politik 1925. Isi manifesto ialah menyangkut ketegasan sikap: (1) rakyat Indonesia sewajarnya di perintah oleh pemerintah yang dipilih mereka sendiri; (2) dalam memperjuangkan pemerintah sendiri itu tidak diperlukan bantuan dari pihak manapun dan; (3) tampa persatuan kukuh dari berbagai unsur rakyat tujuan perjungan itu sulit dicapai. Kemudian tulisan-tulisan dari Indonesia Merdeka di bawa ke-Indonesia dalam keadaan sembunyi-sembunyi untuk dijadikan bahan bacaan yang popular kala itu.
Sartono Kartodirdjo meyebut manifesto politik 1925 lebih penting daripada Sumpah Pemuda. Karena di dalamnya terdapat tiga prinsip dasar unity (persatuan) fraternity (kesetaraan), dan liberty (kemerdekaan) yang terilhami dari semangat revolusi prancis liberte, egalite, fraternite. Akan tetapi siapa yang menulis manifesto itu tidak diketahui karena dalam majalah Indonesia Merdeka tulisan tersebut tidak dicantumkan nama akan tetapi mengukuhkan kehendak semua sekumpulan intelektual muda kala itu.
Semangat yang dikobarkan ialah mengutip dari jangga Belgia Rene de Clercq. Hanya ada satu negara, yang menjadi negaraku ia tumbuh dengan perbuatan, dan perbuatan itu perbuatanku.
Penggagas kongres pemuda pertama 1926, ialah lima organisasi pemuda dan peserta per-orangan, diantaranya organisasi tersebut Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Jong Ambon, Pelajar Minahasa, dan Sekar Roekoen. Panitia kongres ketika itu, terdiri atas 10 orang, diantaranya Bahder Djohan, Sumarto, Jan Toule Soulehuwij, Paul Pinontoan, dan Tabrani. Dari sinilah mulai dibentuk panitia inti, ketua ketika itu Tabrani mewakili Jong Java, wakil ketua Sumarto, sekretaris Djamaludin (Adinegoro), dan bendahara Suwarno.
Pada kongres pertama ini digelar pada 30 April 1926 hingga 2 mei 1926. Didalam kogres tersebut dibahas mengenai “kedudukan wanita dalam masyarakat Indonesia” pidatonya Bahder Djohan, namun lantaran ketika itu ia terlambat datang dari Bandung, kemudian pidato tersebut dibacakan oleh Djamaludin. Ada juga yang membahas peranan agama dalam gerakan nasional yang berkesepatan pidato ketika itu ialah Paul Pinontoan. Kemudian di bahas pula soal bahasa persatuan, oleh Muhammad Yamin, yang lahir pada 23 Agustus 1903 di Talawi, Sawahlunto, Sumatera Barat. Ketika berumur 17 tahun telah Menyampaiakan agar menjadikan bahasa melayu sebagai bahasa persatuan orang sumatera, kemudian pada ulang tahun Jong sumatrane Bond, dijakarta pada 1923, menyampaikan pula “bahasa melayu, pada masa lampau, masa sekarang, dan masa depan”. Dan puncaknya ketika ia hijrah kepulau Jawa dan ketika itu bersekolah dan kemudian ketika diadakan kogres pemuda pertama dia selaku orang yang mewakili Sumatera dan menyampaikan pidatonya yang membahas “masa depan bahasa-bahasa Indonesia dan kesusastraanya” ketika itu, Yamin, berpendapat bahwa hanya ada dua bahasa Jawa dan Melayu, yang memiliki peluang untuk dijadikan bahasa persatuan. Keyakinan Yamin dari dua bahasa tadi ialah bahasa Melayulah yang berpeluang dan berkembang sebagai bahasa persatuan. Ketika itu yang mendukung Yamin adalah Djamaludin. Namun Tabrani sebagai ketua kongres pada saat itu menentang, katanya bukannya ia tidak setuju dengan pidato Yamin. Karena jalan Tabrani ketika ialah tujuan bersama, yaitu satu nusa, satu bangsa, dan satu bahasa. Dalam tulisanya 45 tahun sumpah pemuda.
Tabrani, yang lahir di Pamekasan, Madura, 10 oktober 1904. Ketika muda ia menjadi ketua kongres pemuda I menanggapi pidato Yamin menurut Tabrani, kalau nusa itu bernama Indonesia, bangsa itu bernama Indonesia, maka bahasa itu harus disebut bahasa Indonesia dan bukan bahasa Melayu, walaupun unsur-unsurnya Melayu. Kemudian pendapat ini sangat disepakati oleh Yamin dan Djamaludin. Kemudian usulan inilah kemudian hari pada kongres pemuda kedua menjadi pembahasan yang menarik dan menjadi suatu yang kokoh sampai saat ini.
Tabrani ketika itu, memberikan pendapat bahwa bahasa Indonesia tidak beroposisi terhadap bahasa daerah, tapi mempresentasikan “sumpah kita”. Tabrani kemudian menyampaikan satu rumusan baru:
Kita bertoempah tanah (sic) satu, jaitoe tanah (sic) indonesia,
Kita berbagsa satoe, jaitoe bangsa Indonesia,
Kita berbahasa satoe, jaitoe bahasa Indonesia.
Inilah perjuangan dan keterlibatan Tabrani yang berani dan bersikukuh pada pendapatnya yang sampai sekarang menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa yang satu tidak menjadikan bangsa Indonesia terputus hubungannya akan tetapi menjadi satu tekat dan satu tujuan, sehingga menjadi bangsa yang satu yaitu bangsa Indonesia.
Secarik kertas untuk Indonesia, pada kongres pemuda II Muhammad Yamin merumuskan sendiri teks sumpah pemuda. Pada saat itu terjadi rapat Marathon dari Sabtu Sore hingga Ahad Malam, 28 Oktober 1928. Dalam konres itu lebih banyak dari kongres sebelumnya, ialah Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Jong Indonesia, Sekar Rukun, Jong Islamieten Bond, Jong Batak, Jong Celebes, Jong Ambon, Pemuda Kaum Betawi, Pelajar Minahasa, dan Sekar Roekoen, dan utusan lain yang menyatakan sepakat dan mencentuskan Sumpah Pemuda.
Rumusan sumpah pemuda itu ditulis Yamin pada sebuah kerta ketika Mr Sunario, sebagai utusan kepanduan tengah berpidato pada sesi terakhir kogres. Sebagai sekretaris dalam kongres, Yamin yang duduk disebelah kiri ketua, menyodorkan secarik kertas kepada Soegondo, semberi berbisik, “saya punya rumusan resolusi yang elegan”. Kemudian Soegondo dengan rayuan dan usulan yang memukau itu, dari Yamin, pada akhirnya terpikat sehingga Soegonda membacakan rumusan resolusi itu, lalu memandang Yamin, Yamin membalas pandagan itu dengan senyuman. Sepontan Soegondo membubuhkan paraf “setuju”. Selanjutnya soegondo meneruska usulan rumusan itu kepada Amir Sjarifuddin yang memandang Soegondo dengan mata bertanya-tanya. Soegondo mengangguk-anggruk. Amir pun memberikan paraf “setuju”. Begitu seterusnya sampai seluruh utusan organisasi pemuda menyatakan setuju.
Isi tulisan Sumpah itu ialah;
Kami putera dan puteri Indonesia mengaku bertumpah darah yang satu, tanah Indonesia.
Kami putera dan puteri Indonesia mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia.Kami dan putera dan puteri Indonesia menjujung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.
Sumpah tersebut dibacakan oleh Soegondo dan kemudian dijelaskan panjang-lebar oleh Yamin, sebagai penulisnya.
Soegondo Djojopoespito lahir dituban, Jawa Timur, 22 Februari 1905, ketika usianya 23 tahun Soehondo memimpin kongres pemuda II, dalam samputan pertama sebagai ketua, menyampaikan perumpamaan; “dua ekor anjig yang berebut tulang, tetapi tulangnya dibawa lari oleh seekor anjing lainya.” Artinya kata soegondo, ketika bangsa indonesia bercerai berai, Belandalah yang bakal meraup untung, itulah sebabnya soegondo menyerukan persatuan. “perangilah pengaruh cerai-berai dan majlah kea rah Indonesia bersatu.”
Ketika ada insiden yang dapat merusak prosesnya kogres. Maka sogondo sebagai ketua dapat melerai insiden tersebut, partama, ketika polisi belanda yang mengawasi kongres memprotes kata “merdeka” disebutkan dalam pidato peserta. “jangan gunakan kata ‘kemerdekaan’, sebab rapat mala mini bukan rapat politik dan harap harap tahu sama tahu saja,” katanya sabar pada peserta, dan disambut tepuk tangan riuh oleh peserta. Sogendo juga memiliki banyak siasat. Salah satunya ketika meminta Wage Rudolf Soepratman mendendangkan indonesia raya dengan biola pada saat penutupan yang dilaksanakan di Keramat 106 pada 28 oktober. Kenapa didendangkan tampa sair karena itulah yang paling mungkin dilakukan saat itu.
Berkat Soegondo yang ketika itu berumur 23 tahun kongres dapat melahirkan sumpah pemuda. Karena dia adalah orang hebat yang ketika itu bisa mengatur segala urusan sehingga lancar dan damai.
Kebangsaan Sunaryo
Kata Sunaryo mengutip dari filsuf Prancis Ernest Renant, artikel Qu’estce qu’une nation? Yang diartikanya menjadi “apakah bangsa itu”.
Bangsa adalah hasil historis yang ditimbulkan oleh deretan kejadian yang menuju ke satu arah. Setelah menguraikan masalah ras, bahasa, agama, keadaan alam, renant menyimpulkan bahwa bagsa itu adalah keinginan untuk hidup bersama (le desir de vivre ensemble). Bangsa merupakan hasil masa silam yang penuh usaha, pengorbanan dan pengabdian. Jadi bangsa itu adalah suatu solidaritas besar yang terbentuk karena adanya kesadaran bahwa orang telah berkorban banyak dan orang telah berkorban banyak dan bersedia memberikan pengorbanan lagi.
Amir Sjafruddin,
W. R. Soepratman,
Enddie Kusuma,
Johannes Leimena,
Sundari, Kartini,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar